Melihat Skenario The New Normal, Mulai dari BUMN hingga Transportasi

23 Mei 2020 10:40 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-BRI melaksanakan operasional bisnisnya di tengah 'The New Normal', dengan protokol perlindungan dan kesehatan yang memadai. Foto: Dok. BRI
zoom-in-whitePerbesar
com-BRI melaksanakan operasional bisnisnya di tengah 'The New Normal', dengan protokol perlindungan dan kesehatan yang memadai. Foto: Dok. BRI
ADVERTISEMENT
Pemerintah mulai mempertimbangkan konsep The New Normal alias perubahan budaya hidup masyarakat di tengah pandemi virus corona. The New Normal atau tatanan hidup normal yang baru itu merujuk pada akan terbiasanya masyarakat berdampingan dengan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mendefinisikan istilah itu sebagai perubahan budaya yang menitikberatkan kepada perilaku hidup sehat. Konsep tersebut memungkinkan masyarakat untuk tetap produktif sembari tetap menjalankan prosedur keselamatan.
Tak lama setelah wacana itu mencuat, isu The New Normal ini mulai ramai dibicarakan. Kementerian BUMN menyikapinya dengan merancang skenario hingga menerbitkan Surat Edaran, hal yang sama kemudian juga dilakukan oleh anak usaha BUMN seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Selain itu, wacana itu juga mulai disinggung oleh pengamat transportasi hingga pertanian. Berikut beberapa pembahasan mengenai skenario The New Normal:
Skenario The New Normal Kementerian BUMN
Ilustrasi Gedung Kementerian BUMN. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menteri BUMN Erick Thohir mengambil sikap dengan langsung menerbitkan surat edaran Nomor S-336/MBU/05/2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal (BUMN). Di mana salah satu skenarionya berupa kemungkinan pegawai BUMN berusia di bawah 45 tahun akan kembali masuk kantor.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan itu, beberapa perusahaan BUMN seperti Telkom, MIND ID, Bank Mandiri, Bank BRI, KAI, hingga AP II sudah mulai menggodok operasional dengan skenario baru.
KAI menyiapkan dua opsi untuk operasional kereta. Opsi tersebut yakni mengikuti ketentuan okupansi penumpang 50 persen dari kapasitas kereta dengan penyesuaian tarif atau yang kedua tidak membatasi kapasitas penumpang dengan protokol keselamatan ekstra.
"Pertama mengikuti okupansi sekarang namun ada nanti penyesuaian tarif. Kedua, tidak menaikkan harga tiket tapi sebaliknya okupansi penumpang tidak dibatasi tentunya dengan jaminan protokol kesehatan diperketat," ujar Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo, Jumat (22/5).
Konsep The New Normal ala Pengamat Transportasi
Penumpang duduk di bangku yang telah diberi stiker panduan jarak antarpenumpang di rangkaian gerbong kereta LRT, Palembang. Foto: AFP/Abdul QODIR
Pengamat Transportasi ITB Sony Sulaksono menekankan, transportasi memiliki peran penting bila memang ingin menerapkan konsep The New Normal tersebut. Salah satunya yakni mesti beralihnya masyarakat menggunakan kendaraan tidak bermotor.
ADVERTISEMENT
"Misal kita gunakan kendaran ramah lingkungan atau kendaraan tidak bermotor untuk jarak pendek, membiasakan berjalan, bersepeda. Tujuannya untuk mereduksi pergerakan kendaraan di jaringan jalan ibu kota yang tidak akan lagi membuang waktu di jalan, ini mungkin arah konsep New Normal itu," ujar Sony dalam video conference, Kamis (21/5).
Hal senada juga diungkapkan oleh pakar lingkungan Universitas Diponegoro Hartuti Purnaweni. Selain semakin maraknya orang berjalan kaki dan menggunakan sepeda, ia juga membayangkan lebih banyaknya taman bermain ketimbang pusat perbelanjaan.
Namun, menurut Pengamat dan Dosen Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno, kota besar di Indonesia seperti Jakarta, masih punya banyak PR untuk menuju ke sana. Mulai dari memperbanyak jalur sepeda dan trotoar, hingga menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap transportasi publik.
ADVERTISEMENT
Kritik dari Ekonom hingga Pengamat Pertanian
Warga mengunjungi Pasar Musi di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Wacana The New Normal ini juga menuai kritik dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menilai, konsep tersebut tidak semestinya dijalankan dan meminta agar pemerintah lebih fokus menangani pandemi.
"Belum bisa (jadi alasan New Normal), perlu dilihat kembali. Mending kita selesaikan pandemi dulu, baru bicara ekonomi," ujar Tauhid, Jumat (22/5).
Selain itu, Ahli Kelembagaan Petani Syahyuti Si-Buyuang mengingatkan, pemerintah harus mempertimbangkan nasib petani untuk menjalankan konsep tersebut. Ia juga menekankan, petani yang tetap berproduksi saat konsep New Normal dijalankan mesti dibekali dengan protokol pengamanan COVID-19 hingga teknologi memadai.
"Perlu mapping. Kalau petani enggak punya gadget gimana (berkembang)? Jaringan wifi gimana bisa memadai di desa-desa," ujar Syahyuti.
ADVERTISEMENT
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
*****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!