Menaker ke Serikat Buruh: Kalau UMP Terlalu Tinggi, Nanti Banyak PHK

2 November 2018 18:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Hanif Dhakiri, Menaker. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Hanif Dhakiri, Menaker. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,03 persen pada 2019. Kenaikan sebesar 8,03 persen ini bersifat mandatori, semua kepala daerah wajib mengeluarkan surat keputusan agar semua perusahaan melakukan penyesuaian gaji karyawan.
ADVERTISEMENT
Namun, banyak serikat buruh yang menilai kenaikan UMP 2019 belum ideal. Serikat-serikat pekerja ini menuntut kenaikan UMP lebih dari 8,03 persen.
Menjawab tuntutan ini, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan, UMP yang terlalu tinggi akan menyebabkan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan akhirnya merugikan semua pihak, termasuk pekerja. Karena itu, kenaikan UMP harus dipertimbangkan matang dengan memperhatikan kepentingan semua pihak, baik pekerja maupun pengusaha.
“Kalau upahnya terlalu tinggi lalu PHK banyak, dia (serikat buruh) nyalahin siapa? Pemerintah lagi kan? Lah kok enak. Pas tinggi-tingginya pengusaha, pas enggak kuat bayar upah melakukan PHK, salahin lagi pemerintah. That’s not fair,” kata Hanif saat ditemui di Kantor Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat (2/11).
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, kenaikan ini sudah diperhitungkan dengan matang. Dua instrumen yang digunakan pemerintah dalam menetapkan kenaikan UMP adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Formulasi ini diklaim sebagai solusi yang menguntungkan banyak pihak.
Dia menyebut ada tiga poin yang menjadi pertimbangan pemerintah kenaikan UMP ini adil bagi semua pihak. Pertama, dari sisi perusahaan. Kata dia, dengan kenaikkan upah yang terprediksi membuat dunia usaha lebih mudah membuat perencanaan keuangan. Kalau kenaikan UMP terlalu drastis, perusahaan akan sulit melakukan penyesuaian.
Kedua, pekerja juga diuntungkan karena pemerintah menjamin kenaikan UMP itu pasti terjadi. Lagi pula, sebut Hanif, kenaikan 8,03 persen juga cukup signifikan karena informasi tentang angka pertumbuhan dan inflasi dibuka semua sebagai instrumen untuk menghitung kenaikan upah.
ADVERTISEMENT
“Coba kalau kita agak fair. Kita punya pertumbuhan sekitar 5 persen. Pertanyaaanya, itu kontribusi siapa? Kan itu ada kontribusi modal, teknologi, dan pekerja. Artinya tidak 100 persen kontribusi berasal dari pekerja. Tapi ini angkanya langsung digelontorkan ke teman-teman pekerja, sudah begitu ditambahin dengan angka inflasinya. Ini kan artinya (pemerintah) ada keberpihakan kepada pekerja,” tegas dia.
Sejumlah elemen buruh di Yogyakarta menggelar aksi demontrasi di Titik Nol Km Yogyakarta, Rabu (31/10/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah elemen buruh di Yogyakarta menggelar aksi demontrasi di Titik Nol Km Yogyakarta, Rabu (31/10/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Ketiga, kenaikan ini juga merupakan win-win solution bagi calon pencari kerja. Kalau pencari kerja ini tidak dapat lowongan kerja karena banyak lapangan pekerjaan yang menyempit atau hilang, artinya kenaikan upah menghambat mereka yang bekum bekerja.
Hanif meminta jangan sampai tuntutan dari serikat buruh yang mengatakan kenaikan UMP ini tidak ada koordinasi dengan mereka, itu salah. Sebab, kalau pemerintah menaikkan upah seperti keinginan buruh, nanti akan menimbulkan PHK besar-besar.
ADVERTISEMENT
Karena itu, Hanif meminta semua pihak menerima keputusan pemerintah ini demi kepentingan bersama. “Jadi saya minta kepada semua kalangan untuk bisa menerima ini sebagai upaya maksimal dari pemerintah yang win-win semua pihak,” tutupnya.