Menanti Pengumuman Kenaikan Tarif Cukai Rokok di 2022, Bakal Mundur Lagi?

30 September 2021 20:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani (tengah) di Nusa Dua Bali. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani (tengah) di Nusa Dua Bali. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana akan mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun depan di bulan ini. Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani belum dapat memastikan waktu pengumuman tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun dia memastikan, hingga saat ini hal tersebut masih sesuai rencana, di Oktober 2021. Pada tahun lalu, pengumuman cukai rokok mundur ke Desember, sehingga baru diterapkan pada Februari 2021.
“Iya. Akan dilihat juga perkembangan dan riview-nya dulu seperti apa,” ujar Askolani kepada kumparan, Jumat (30/9).
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai Syarif Hidayat sebelumnya juga menuturkan bahwa rencana pengumuman tarif cukai rokok akan dilakukan setelah pengesahan UU APBN 2022. Adapun hari ini, DPR telah mengesahkan UU APBN 2022.
“Sekitar Oktober, setelah UU APBN 2022 diketok,” katanya.
Meski demikian, rencana kenaikan tarif cukai rokok itu mendapat penolakan dari berbagai pihak. Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok pada 2022 akan berdampak buruk bagi industri.
ADVERTISEMENT
“Kalau dinaikkan, dampaknya jelek. Terutama sigaret kretek tangan (SKT) yang ada banyak tenaga kerjanya," katanya.
Dia mengatakan, apabila kondisi ini tidak terbendung, justru akan berbahaya karena industri tembakau yang melibatkan banyak sumber daya manusia (SDM), mulai dari buruh hingga petani tembakau dan cengkih. Menurut Heri, rata-rata kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen tahun ini sudah memberatkan.
“Pabrik rokok itu 67 persen pendapatannya diambil negara, sisanya harus menanggung bahan baku, karyawan, dan lain-lain,” katanya.
“Jangan karena ingin penerimaan negara naik, industri dikorbankan. Multiplier effect-nya yang kami khawatirkan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Sudarto mengatakan, telah terjadi penurunan pada industri hasil tembakau dalam 10 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Dia berharap, pemerintah peduli kepada korban yang termarjinalkan akibat kenaikan cukai, yakni pekerja rokok yang didominasi oleh pekerja sektor SKT.
“Pemerintah perlu memberi perhatian serius untuk menyelamatkan industri padat karya ini, bukannya hanya fokus pada kepentingan pendapatan negara lewat kenaikan cukai,” tambahnya.