Mendag Revisi Kebijakannya Soal Larangan Minyak Goreng Curah

8 Oktober 2019 18:33 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri perdagangan, Enggartiasto Lukita menghadiri launching wajib kemasan minyak goreng Indonesia bebas dari minyak goreng curah di Sarinah Plaza, jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri perdagangan, Enggartiasto Lukita menghadiri launching wajib kemasan minyak goreng Indonesia bebas dari minyak goreng curah di Sarinah Plaza, jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan klarifikasi soal larangan minyak goreng curah per 1 Januari 2020. Sebelumnya Enggar mengumumkan hal ini pada Minggu (6/10).
ADVERTISEMENT
Ia menyatakan, tidak ada larangan bagi warga untuk menggunakan minyak goreng curah guna keperluan memasak sehari-hari. Sebaliknya, kebijakan ini justru bertujuan untuk melindungi umat dan konsumen dari produk pangan yang tersedia, terjamin kehalalan dan higienitasnya.
Namun, bagi para pengusaha, Enggar menekankan agar mereka segera mengisi pasar dengan minyak goreng kemasan kemasan sederhana yang harganya tak boleh melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi), yakni Rp 11.000 per liter.
”Konsumen dan umat harus terlindungi. Dan, harus tersedia produk yang dipastikan higienitasnya dan halal. Pemerintah masih tetap memberikan kesempatan untuk penggunaan minyak goreng curah, juga mempersilakan bagi masyarakat yang masih mempergunakan migor curah. Namun, bagi para industriawan, pemerintah ingin agar mereka segera mengisi pasar dengan kemasan sederhana dan mematuhi HET 11.000 per liter,” kata Enggar dalam keterangan tertulis, Selasa (8/10).
ADVERTISEMENT
Enggartiasto menjelaskan, tak ada sama sekali maksud pemerintah untuk mematikan industri rakyat, juga usaha kecil dan menengah yang biasa menggunakan minyak goreng curah. Karena itu, harga minyak goreng kemasan dan ketersediaannya dijamin pemerintah, tak memberatkan, dan tak berbeda jauh dengan minyak goreng curah. Kemasan-kemasan ini juga terdiri dari kemasan yang kecil dan ekonomis, hingga yang besar, mulai dari 200 ml sampai 1 liter.
Ditegaskan Menteri Enggar, juga tidak akan ada penarikan minyak curah dari pasaran. "Tidak ditarik (keberadaan minyak goreng curah di pasaran-red). Jadi, per tanggal 1 Januari (2020) harus ada minyak goreng kemasan di setiap warung, juga sampai di pelosok-pelosok desa,” tegasnya.
Enggartiasto menambahkan, yang sebenarnya diserukan, adalah agar konsumen lebih cerdas memilih minyak goreng yang terjamin kehalalannya, higinietasnya, juga kandungan gizi.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan, minyak goreng curah merupakan minyak yang diproduksi oleh produsen minyak goreng yang merupakan turunan dari CPO dan telah melewati proses Refining, Bleaching dan Deodorizing (RBD) di pabrikan. Selama ini pendistribusian minyak goreng tersebut, dilakukan dengan menggunakan mobil tangki yang kemudian dituangkan di drum-drum di pasar.
Proses distribusi minyak goreng curah biasanya menggunakan wadah terbuka. Akibatnya rentan kontaminasi air serta binatang. Sedang penjualannya, ke konsumen, kerap juga menggunakan plastik pembungkus tanpa merek. Di sisi lain, produksinya rentan dioplos dengan minyak jelantah. Sementara, tak banyak konsumen yang bisa membedakan minyak goreng curah dari pabrikan, dengan minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai) yang dimurnikan warnanya.
"Karena ada risiko-risiko itu, maka kami mendorong agar produsen wajib melakukan pengemasan minyak goreng. Agar masyarakat mendapatkan produk minyak goreng yang higienis serta bebas dari adanya kemungkinan oplosan," urainya.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi di kesempatan berbeda, menyatakan memahami langkah pemerintah menyetop peredaran minyak curah di pasaran bertujuan melindungi kesehatan masyarakat. Apalagi, masyarakat kerap menggunakan minyak curah beberapa kali pengunaan. Unsur halal pun diamininya, kerap tak terjelaskan dari minyak goreng curah.
Hanya saja, langkah tersebut harus disertai kebijakan pemberian insentif kepada pedagang kecil seperti IKM dan UKM berupa subsidi harga. MUI berharap harga minyak goreng kemasan bisa dijangkau masyarakat kecil sekalipun. Majelis khawatir, jika minyak kemasan mahal, kebijakan tersebut akan berdampak pada pedagang kecil.
"Bisa dipastikan pedagang kecil akan gulung tikar. Jadi harganya haruslah terjangkau," tandas Zainut.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menanggapi hal ini. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menilai kebijakan ini dari aspek keamanan pangan sangat bisa dimengerti. Ia mengamini, secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman, kecil potensinya untuk terkontaminasi zat tak layak konsumsi. Konsumen juga mendapat kepastian siapa yang memproduksinya. Namun, seperti MUI, YLKI juga mewanti-wanti, agar pemerintah menjamin ketersediaan dan harga yang terjangkau.
Pedagang menata minyak curah dagangannya di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Dengan pertimbangan keamanan dan kesehatan pangan, YLKI juga meminta ketegasan pemerintah terhadap produsen untuk menggunakan jenis plastik yang ramah lingkungan/plastik SNI.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah harus memperhatikan harga minyak goreng dalam kemasan tetap terjangkau, sebab minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Tak hanya untuk rumah tangga, tapi juga keperluan bisnis UKM/UMKM,” tegas Tulus.
YLKI meminta Mendag dan jajarannya untuk mengawasi pasar, agar pelaku pasar benar konsisten menerapkan HET. Juga, pemerintah diminta tegas memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar.
Terhadap kemasan dan pelabelan produk pangan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengingatkan bahwa hal ini mutlak penting bagi perlindungan konsumen. Selain menyadarkan masyarakat akan kandungan gizi bahan makanan, yang tak kalah penting adalah perlindungan konsumen dari munculnya penyakit tidak menular (PTM), dari makanan atau bahan makanan yang dikonsumsi.
ADVERTISEMENT