Mendorong Mengurangi Kenaikan Suhu Akibat Perubahan Iklim dari Laut

23 September 2019 16:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan tingkat Sherpa HLP for SOE di New York, hari Minggu (22/9) yang dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Foto: Dok. KKP
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan tingkat Sherpa HLP for SOE di New York, hari Minggu (22/9) yang dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Foto: Dok. KKP
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim mengakibatkan suhu di bumi semakin naik setiap saat. Berbagai konferensi sudah digelar dari beberapa tahun lalu hingga saat ini untuk mencari solusi. Saatnya kini untuk menoleh ke laut untuk mencari solusi. Sebab, ‘Aksi Iklim Berbasis Laut’ bisa berkontribusi 21 persen dalam pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2050 untuk mengurangi kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius.
ADVERTISEMENT
Seruan ‘Aksi Iklim Berbasis Laut’ ini didorong oleh para kepala negara/pemerintahan yang tergabung dalam High Level Panel for A Sustainable Ocean Economy (HLP for SOE) atau Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Kelautan Berkelanjutan. Aksi ini akan diluncurkan dalam pertemuan ke-2 HLP for SOE di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada hari ini, Senin (23/9). Aksi ini juga akan disampaikan dalam Climate Summit yang dihadiri para kepala negara/pemerintahan anggota PBB yang digelar setelah pertemuan ke-2 HLP for SOE.
HLP for SOE ini dibentuk atas prakarsa Norwegia pada Juni 2018. Saat ini HLP beranggotakan 14 negara, yaitu Norwegia, Indonesia, Australia, Kanada, Chile, Fiji, Ghana, Guinea, Jamaika, Meksiko, Namibia, Palau, Portugal, dan Kenya. Keanggotaan HLP yang terdiri 14 negara tersebut mempresentasikan 60 persen wilayah laut dunia dan 30 persen kawasan mangrove dunia (5,4 juta hektare).
ADVERTISEMENT
Sejak dari awal pembentukan HLP, Indonesia langsung menyambut baik dan berperan aktif. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mendapat tugas secara resmi mewakili Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) selalu hadir dalam pertemuan HLP.
Selain pertemuan HLP, berbagai pertemuan Sherpa dan para ahli terkait HLP sudah dilakukan beberapa kali. Pertemuan HLP di Abu Dhabi 3-4 Maret 2019 lalu membahas mengenai banyak hal termasuk mengenai pemberantasan pencurian ikan (IUU Fishing/Illegal, Unreported and Unregulated Fishing). Indonesia menjadi lead author pada Blue Paper (BP 15) - IUU Fishing and crimes associated with fisheries yang kemudian diubah menjadi IUU Fishing and Associated Drivers. Indonesia memimpin mengenai subjek ini karena selama ini Indonesia dinilai sebagai negara yang sangat serius dalam memerangi pencurian ikan dan kejahatan-kejahatan di laut.
ADVERTISEMENT
Selain mengenai IUU Fishing, HLP juga menyoroti mengenai perubahan iklim. Pertemuan tingkat Sherpa di Lisbon, Portugal pada 27-28 Mei 2019 membahas tiga topik utama, yaitu perubahan iklim, IUU Fishing dan subsidi perikanan. Dalam pertemuan ini juga mengamanatkan bahwa HLP Working Group on Climate Change menyiapkan rancangan Call to Ocean based Climate Action untuk disampaikan pada United Nations Secretary General Climate Summit yang digelar hari ini.
Untuk menyiapkan agenda pada saat Climate Summit ini, maka HLP akan menggelar pertemuan ke-2 pukul 08.00 hari ini di markas PBB. Sebelumnya, pada hari Minggu (22/9/2019), sudah digelar pertemuan tingkat Sherpa membahas hal ini. Susi Pudjiastuti menghadiri pertemuan tersebut. Sementara Climate Summit akan digelar pada pukul 10.00.
Pertemuan tingkat Sherpa HLP for SOE di New York, hari Minggu (22/9) yang dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Foto: Dok. KKP
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mewakili Presiden Jokowi dalam pertemuan tingkat tinggi HLP For SOE dan Climate Summit, telah hadir di New York, pada Sabtu (21/9). Dalam pertemuan HLP, Jusuf Kalla akan didampingi Susi Pudjiastuti dan tim dari Kementerian Luar Negeri. JK akan memberikan intervensi selama 3 menit. Dalam pertemuan HLP ini akan diluncurkan ‘HLP Call to Action’ yang mendorong ‘Aksi Iklim Berbasis Laut’.
ADVERTISEMENT
Dalam rilis HLP for SOE yang diterima kumparan disebutkan “Aksi Iklim Berbasis Laut’ akan memainkan peran yang jauh lebih besar dalam memperkecil jejak karbon dunia daripada yang diperkirakan sebelumnya. Ini dapat menghasilkan hingga seperlima (21 persen, atau 11 Gigaton CO2e) dari pengurangan emisi gas rumah kaca tahunan yang diperlukan pada tahun 2050 untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 ° C. Pengurangan sebesar ini lebih besar dari emisi tahunan dari semua pembangkit listrik tenaga batu bara saat ini di seluruh dunia.
“Kesehatan dan kemakmuran masa depan kita terkait erat dengan keadaan lautan,” kata Erna Solberg, Ketua HLP for SOE, yang juga Perdana Menteri Norwegia ini.
“Laporan ini menandakan cara baru yang menarik menuju masa depan yang rendah karbon dan mengantisipasi iklim. Ditambah dengan pengurangan emisi berbasis lahan, ini menunjukkan bahwa tindakan pencegahan perubahan iklim di laut dapat memberikan garis hidup bagi ekonomi, sumber makanan, masyarakat pesisir dan kehidupan laut," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Tindakan global untuk mengatasi keadaan lautan tidak pernah lebih mendesak. Laporan Khusus The Intergovernmental Panel oc Climate Change (IPCC) tentang pengaruh Lautan dan Cryosfer dalam Iklim yang Berubah (akan dirilis pada tanggal 25 September), diharapkan menyoroti ancaman besar terhadap lautan pada perubahan iklim, seperti menurunnya stok ikan, naiknya permukaan air laut, dan meningkatnya pengasaman laut. Namun laporan baru ini menyoroti solusi yang akan membantu mengekang perubahan iklim dan berkontribusi pada pengembangan ekonomi laut yang berkelanjutan sambil melindungi masyarakat pesisir dari bencana alam, menyediakan pekerjaan dan meningkatkan keamanan pangan.
Wakil Presiden, Jusuf Kalla dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti bertemu di New York. Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Adapun solusi yang dimaksud, meliputi:
- Meningkatkan energi terbarukan berbasis laut - yang dapat menghemat hingga 5,4 gigaton CO2e setiap tahun pada tahun 2050, setara dengan pengurangan jumlah satu miliar mobil dari jalan setiap tahun.
ADVERTISEMENT
- Dekarbonisasi pengiriman dan transportasi domestik dan internasional - yang dapat memotong hingga 1,8 gigaton CO2e setiap tahun pada tahun 2050.
- Meningkatkan perlindungan dan restorasi ekosistem "karbon biru" - bakau, rumput laut dan rawa-rawa garam - dapat mencegah sekitar 1 gigaton CO2e memasuki atmosfer pada tahun 2050.
- Memanfaatkan sumber protein rendah karbon dari laut, seperti makanan laut dan rumput laut, untuk membantu memberi makan populasi masa depan dengan cara yang sehat dan berkelanjutan. Di samping itu, juga akan mengurangi emisi dari produksi pangan darat dapat mendukung pengurangan emisi hingga 1,24 gigaton CO2e setiap tahun pada tahun 2050.
Menanggapi laporan tersebut, HLP for SOE mengeluarkan panggilan mendesak untuk Aksi Iklim Berbasis Laut, untuk menginspirasi komitmen politik, kemitraan bisnis, dan investasi pada langkah baru ke tingkat yang lebih rendah karbon, dan tahan pada perubahan iklim di masa depan.
Wakil Presiden, Jusuf Kalla dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti bertemu di New York. Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Utusan Khusus Sekretaris Jenderal AS untuk Samudra, Peter Thomson, menanggapi laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dunia sudah memiliki teknologi yang diperlukan untuk menggerakkan solusi iklim berbasis laut ke dalam sebuah gerakan. Solusi itu sekaligus menegaskan komitmen Perjanjian Iklim Paris dan menahan pemanasan pada 1,5 ° C. Kami mendesak semua negara bagian untuk memasukkan solusi iklim berbasis laut tahun depan,” ucap Peter.