Menilik MYRX, Perusahaan Benny Tjokro yang Ditahan di Kasus Jiwasraya

14 Januari 2020 18:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro usai diperiksa sebagai saksi di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (6/1). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro usai diperiksa sebagai saksi di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (6/1). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam kasus Jiwasraya, memasuki babak baru dengan penahanan terhadap lima orang yang diperiksa pada Selasa (14/1). Salah seorang di antaranya adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokro.
ADVERTISEMENT
Perusahaan milik Benny dengan kode emiten MYRX itu, dikaitkan dengan kegagalan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Belakangan, MYRX juga dikaitkan dengan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri.
Seperti diketahui, kedua perusahaan asuransi ini melakukan penempatan dana investasi di saham-saham berisiko tinggi dan tidak likuid, salah satunya MYRX.
Mengutip data RTI, Selasa (14/1), kepemilikan Asabri di MYRX tercatat sebesar 5,4 persen (efektif per Desember 2019). Sedangkan Jiwasraya mengantongi Medium Term Note (MTN) atau surat berharga berjenis utang dari PT Hanson International.
Dalam dua tahun terakhir, saham MYRX anjlok hingga 55,1 persen. Dari harga Rp 111 per saham pada penutupan perdagangan 2017, menjadi hanya Rp 50 per saham pada akhir 2019.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, saham perusahaan milik Benny Tjokrosaputro masih terkapar di level gocap.
Lalu bagaimana sebenarnya sepak terjang MYRX selama ini? Berikut kumparan merangkum profil emiten MYRX.
MYRX mulanya bernama PT Mayeretex Indonesia, perusahaan tekstil yang berdiri sejak 1971. Perseroan kemudian berganti nama menjadi PT Hanson Industri Utama Tbk pada 1997, dan diubah kembali menjadi PT Hanson International pada 2004.
Sayangnya pada medio 2006-2007, harga kain katun mengalami penurunan. Kondisi ini membuat Hanson mengubah haluan ke bisnis energi dan mineral dengan melakukan divestasi anak usahanya, PT Prima Yudha Mandirijaya, yang bergerak di bidang tekstil.
Namun meski telah ganti haluan, bisnis batu bara perseroan juga tidak berjalan baik. Penurunan harga komoditas dunia menekan kinerja Hanson.
ADVERTISEMENT
Puncaknya pada 2013, laba Hanson merosot hampir 100 persen menjadi hanya Rp 200 juta. Padahal pada akhir tahun 2011, perseroan masih membukukan laba Rp 102 miliar.
Ilustrasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Foto: ANTARA FOTO/ Wahyu Putro
Melihat kondisi tersebut, pengusaha properti Benny Tjokrosaputro yang juga merupakan pemegang saham perseroan, kembali mengubah haluan bisnis. Pengusaha yang akrab disapa Bentjok ini menyuntikkan bisnis properti milik keluarganya ke Hanson.
Pada akhir tahun 2013, Hanson melakukan rights issue untuk penyertaan 99,9 persen saham PT Mandiri Mega Jaya (MMJ) senilai Rp 4 triliun. Sebelumnya, 99,9 persen saham MMJ dimiliki Benny Tjokro. Saat itu, MMJ memiliki 17 anak usaha dengan land bank seluas 2.900 hektare.
Dalam mengembangkan proyek, Hanson mengandeng pemain properti besar lainnya seperti Grup Ciputra untuk mengembangkan salah satu kawasan residensial dan Pelican Group, untuk mengembangkan Pacific Place dan JW Marriott.
ADVERTISEMENT
Pada 2014, MYRX mengklaim berhasil menjual 5.800 unit properti dari proyek Citra Maja Raya, yang merupakan proyek patungan dengan developer PT Ciputra Tbk. Dalam proyek ini Hanson hanya menyediakan lahan, sementara Ciputra menjalankan operasional serta marketing.
Hanson memiliki land bank yang sangat besar. Per Desember 2014, total land bank MYRX tercatat sekitar 3.607 hektar. Hampir setara dengan land bank milik PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) seluas 3.205 hektar.
Bahkan lebih besar dari land bank milik perusahaan kawasan industri terbesar PT Jababeka Tbk (KIJA) yang punya lahan sekitar 2.937 hektar. Sebagian besar lahan milik MYRX terletak di kawasan Jabodetabek.
Sayangnya, pada Oktober 2019, Bentjok melepaskan jabatannya sebagai komisaris utama MYRX. Bentjok melayangkan surat pengunduran dirinya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
ADVERTISEMENT
Dalam surat tersebut, Bentjok menyatakan mundur sejak tanggal surat tersebut dilayangkan yaitu Jumat, 18 Oktober 2019, dan akan dikukuhkan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Namun Bentjok tak menjelaskan alasannya hengkang dari MYRX.
Secara mengejutkan, tak lama sejak mengundurkan diri, Bentjok kembali masuk ke MYRX pada November 2019. Kali ini ia menjabat sebagai Direktur Utama pada November 2019. Bentjok mengaku terpilih kembali menjadi Direktur Utama dengan tujuan menyehatkan kembali Hanson.
Alasannya, pada akhir Oktober 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa MYRX telah melakukan penghimpunan dana ilegal sejak 2016.
Praktik tersebut dinilai ilegal karena perseroan bukan perusahaan yang bergerak di sektor finansial yang boleh menghimpun dana dari pihak ketiga.
ADVERTISEMENT
Ternyata selama ini, MYRX juga menawarkan produk seperti deposito dengan bunga hingga 12 persen per tahun dan tenor dari 3 bulan sampai 12 bulan. Pihak OJK pun langsung memerintahkan perseroan menghentikan kegiatan tersebut.
Usai menerima perintah dari OJK, Hanson langsung menghentikan aktivitas penghimpunan dana dan berkomitmen mengembalikan dana sesuai dengan perjanjian.
Namun, Hanson menjelaskan bahwa aktivitas tersebut bukanlah menghimpun dana, melainkan pinjaman individu dan selama ini belum pernah sekalipun mengalami gagal bayar.
Dana tersebut digunakan untuk membayar pembebasan dan pematangan lahan yang dimiliki entitas anak perseroan. Pada kuartal III/2019, nilai pinjaman individu Hanson mencapai Rp 2,51 triliun dengan total jumlah kreditur 1.197 pihak.
Gara-gara kasus ini, Hanson dilarang OJK melakukan right issue sampai permasalahan peminjaman individual selesai.
ADVERTISEMENT
Karena disentil OJK, ribuan investor ritel tersebut ramai-ramai meminta Hanson Internasional mengembalikan dana mereka. Hingga kini, Hanson tengah mencari cara mengembalikan dana tersebut. Kasus ini disinyalir menjadi penyebab jatuhnya harga saham Hanson ke level gocap.