Menko Ekonomi Bangga RI Masuk Daftar Negara Maju AS, Kok Bisa?

24 Februari 2020 13:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Prekonomian Airlangga Hartanto pada Mou koordinasi percepatan dan perluasan transaksi pemerintah daerah secara elektronik, di Kemenko Perekonomian. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Prekonomian Airlangga Hartanto pada Mou koordinasi percepatan dan perluasan transaksi pemerintah daerah secara elektronik, di Kemenko Perekonomian. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Kantor perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang. Selanjutnya Indonesia dimasukkan ke dalam daftar negara maju. Selain Indonesia, ada Brasil, India, China, Korea Selatan, Malaysia, Thailand hingga Vietnam yang dimasukkan ke dalam daftar negara maju.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku bangga. sebab selama ini Indonesia juga telah menjadi anggota G20, atau kelompok 20 ekonomi utama dunia.
“Justru kita berbangga. Kita kan negara G20,” ungkap Airlangga di Kantor BPPT, Jakarta, Senin (24/2).
Menurut Airlangga, saat ini GDP Indonesia merupakan yang terbesar ke-16 di seluruh dunia. Selain itu, ekonomi Indonesia juga berada di peringkat 7 dunia, dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity(PPP) atau paritas daya beli.
“Masak mau dianggap berkembang terus. Kita kadang-kadang udah maju tapi enggak mau maju,” ujarnya.
Jokowi melepas ekspor ke Amerika Serikat. Foto: Antara/Wahyu Putro A
AS memasukkan Indonesia dan beberapa negara lain ke daftar negara maju bertujuan agar negara-negara tersebut tidak memperoleh perlakuan khusus dalam perdagangan internasional. Presiden AS Donald Trump dinilai frustrasi karena World Trade Organization (WTO) memberikan perlakukan khusus terhadap negara-negara berkembang dalam perdagangan internasional.
ADVERTISEMENT
Bila ada dugaan praktik subsidi negara dalam aktivitas ekspor, standar subsidi negara berkembang yang diperkenankan bisa lebih tinggi dari negara maju. Selain itu, proses investigasi terhadap dugaan subsidi terhadap negara berkembang lebih longgar. Ujung-ujungnya, produk negara berkembang bisa dijual lebih murah dan dapat menggilas produk sejenis di negara maju.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan keluarnya Indonesia dari daftar negara berkembang mengancam neraca perdagangan dengan AS. Padahal dalam beberapa tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia dengan AS selalu surplus.
"Ya pastilah (berpotensi defisit). Teman-teman Perdagangan sedang menghitung semuanya, karena berpengaruh ke GSP (generalized system of preferences) memang," ujar Susi di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (24/2).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan selama Januari 2019 menunjukkan defisit USD 860 juta, mengecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang defisit USD 1,06 miliar.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Dari capaian tersebut, neraca dagang dengan AS surplus USD 1,01 miliar, lebih besar dibandingkan Januari 2018 yang hanya surplus USD 804 juta.
Susi belum memastikan langkah yang akan diambil pemerintah demi menjaga ekspor. Dia hanya menegaskan pemerintah berkomitmen menjaga ekspor tetap tumbuh di tahun ini.
"Kami sedang terus melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan itu semua agar ekspor tetap tumbuh," jelasnya.