news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menperin Masih Kaji Insentif untuk Perusahaan yang Bikin Pusat Riset

5 Juni 2018 6:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kunjungan Airlangga Hartarto ke Pabrik Polytron. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kunjungan Airlangga Hartarto ke Pabrik Polytron. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan memberikan insentif pajak berupa super deduction tax bagi perusahaan yang membangun pusat riset (Research and Development/R&D) dan vokasi. Saat ini, rencana tersebut masih digodok Kemenperin termasuk mekanisme seperti fasilitas yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, tujuan dari super deduction tax adalah untuk mendorong agar perusahaan perusahaan memiliki R&D dan menciptakan inovasi. Misalnya, menghasilkan beberapa produk yang sudah mendapatkan hak paten internasional dan juga produk yang disiapkan untuk diluncurkan dan dijual secara komersial.
“Besarannya (pajaknya) sedang dibahas, pengesahan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Intinya sudah sepakat tinggal mekanismenya sedang dibahas. Targetnya as soon as possible,” kata Airlangga saat ditemui di Pabrik Polytron, Kudus, Jawa Tengah, Senin (4/6).
Sebelumnya diberitakan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bersama Kemenperin mengusulkan adanya super deduction tax sebesar 200% bagi industri yang ikut berkontribusi dalam pengembangan kegiatan R&D serta vokasi. Hal ini penting agar perusahaan mau membangun fasilitas R&D dan vokasi di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
"Kalau kami ikut Menperin (Menteri Perindustrian), dan bagi saya rasa 200% itu sudah tepat," ungkap Kepala BKPM Thomas Lembong.
Super deduction tax berbeda dengan insentif pajak lainnya, seperti tax holiday dan tax allowance, di mana perusahaan mendapatkan insentif langsung berupa pemotongan PPh badan.
Untuk super deduction tax, pemerintah memberikan wewenang kepada perusahaan dalam menentukan biaya kegiatan lebih tinggi daripada seharusnya, sehingga perusahaan dapat menikmati pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya.
Sebagai contoh, perusahaan A memiliki laba kotor (bruto) Rp 100 miliar, sementara biaya operasional perusahaan sebesar Rp 70 miliar, sehingga laba bersih perusahaan tersebut sebesar Rp 30 miliar. Selanjutnya perusahaan tersebut ikut serta dalam pengembangan kegiatan R&D dan juga vokasi sebesar Rp 10 miliar, maka nominal tersebut dianggap sebagai beban biaya sehingga laba bersih perusahaan menjadi sebesar Rp 20 miliar. Nah, nilai Rp 20 miliar itu yang nantinya akan dikenakan pajak.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pengurangan pajak (deduction) yang diatur dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) hanya membatasi sebesar 100%. Namun, negara lain seperti Singapura dan Thailand telah menerapkan deduction di atas 100%.