Menteri ESDM Awasi Penyimpangan BBM Subsidi yang Rugikan Negara Rp 3 T

30 Desember 2019 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kementerian ESDM, Jakarta. Jumat (25/10/2019). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kementerian ESDM, Jakarta. Jumat (25/10/2019). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
‎Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas mencatat, realisasi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun ini jebol sebanyak 1,5 juta Kilo Liter (KL). Hal itu membuat negara harus tombok hingga Rp 3 triliun.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, BBM bersubsidi dianggarkan dalam APBN Rp 2.000 per liter. Jika jebol 1,5 juta KL, maka negara harus menambah subsidi senilai jumlah itu.
Adapun dalam tahun ini, kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebesar 14,5 juta KL. ‎BBM bersubsidi terdiri dari solar bersubsidi dan minyak tanah.
"Berdasarkan data verifikasi BPH Migas, kuota ini sudah jebol. Kelebihan 1,3-1,5 juta KL. Artinya ini potensi kelebihan sekitar Rp 3 triliun kalau dikalikan Rp 2.000 di APBN," ucapnya di Gedung BPH Migas, Jakarta, Senin (30/12).
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa, pada RDP BPH Migas di Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (18/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menanggapi itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui, salah satu penyebab jebolnya kuota BBM bersubsidi itu ialah penyimpangan penggunaan. Bahkan dia menyebut, penyimpangan itu dilakukan terang-terangan.
Dia bercerita, terdapat kendaraan yang membeli BBM bersubsidi di SPBU. Kemudian kendaraan itu menuju seberang SPBU untuk mengosongkan tangki, kemudian kembali membeli BBM bersubsidi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Praktik pengisian itu dilakukan di depan mata. Setelah mengisi, itu kemudian men-discharge (mengosongkan) di seberang jalan dan kembali mengambil," katanya.
Arifin menambahkan, cara untuk menghentikan praktik ini ialah dengan digitalisasi SPBU. Dengan digitalisasi itu, kendaraan yang mengisi hingga volume BBM bisa dipantau. Hal itu diharapkan bisa diterapkan sepenuhnya di 2020.
"Kita juga akan menerapkan sistem pengawasan dan proses electronic based yang disebut sebagai digitalisasi nozzle. Ini sudah selesai separuh, diharapkan 2020 bisa diselesaikan seluruhnya," ucap Arifin.