Menteri ESDM: Industri Hulu Migas Tetap Penting di Masa Transisi Energi

29 November 2021 10:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini dunia sedang dalam masa transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Upaya tersebut didukung oleh para investor global.
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut kondisi itu membuat investasi di sektor energi meningkat 8 kali lipat sejak tahun 2005 dari sebesar USD 61 miliar dan menjadi USD 501 miliar pada 2020.
“Tren kebijakan energi global saat ini adalah transisi energi dari energi fosil menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan untuk mencapai target net zero emission pada pertengahan abad ini,” kata Arifin saat International Convention On Indonesian Upstream Oil & Gas, Senin (29/11).
Arifin mengatakan, pandemi COVID-19 juga tidak mengurangi minat investor berinvestasi di energi terbarukan. Ia memastikan Indonesia ikut mendukung penggunaan energi bersih.
“Indonesia berkomitmen akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi net zero emisi dunia khususnya melalui pengembangan EBT dengan didukung kebijakan serta regulasi yang dapat mempercepat implementasi pemanfaatannya,” ujar Arifin.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketenagalistrikan Kementerian EDSM, Jakarta, Rabu (24/3). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
Lantas, apakah kondisi tersebut Indonesia langsung segera meninggalkan industri hulu migas?
ADVERTISEMENT
“Industri hulu migas tidak akan serta merta ditinggalkan karena industri ini berperan penting dalam proses transisi energi, serta juga menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia,” ungkap Arifin.
Arifin mengakui investasi global di hulu migas saat ini tidak sebanyak di energi terbarukan. Namun, ia menegaskan sektor tersebut tidak bisa langsung ditinggalkan.
Apalagi, kata Arifin, hulu migas dampaknya masih dirasakan khususnya ke sektor-sektor pendukungnya. Penggunaannya di Indonesia juga masih banyak.
“Penggunaan kapasitas nasional di sektor hulu migas cukup besar. Pada tahun 2020 sebesar 57 persen dengan nilai pengadaan sebesar USD 2,5 miliar. Industri hulu migas yang pada mulanya didesain untuk menghasilkan manfaat berupa penerimaan negara secara maksimal kemudian berkembang menjadi salah satu mesin penggerak kegiatan penunjangnya seperti perbankan, perhotelan dan sebagainya,” terang Arifin.
Ilustrasi SKK Migas. Foto: SKK Migas
Arifin membeberkan dalam perhitungan umum, setiap investasi sebesar USD 1 akan menghasilkan dampak sebesar 1,6 kali yang dapat dinikmati oleh industri penunjangnya. Sehingga hulu migas tetap dimaksimalkan khususnya saat fase transisi ke energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
“Untuk itu industri hulu migas yang rendah karbon merupakan visi dari industri fosil dari era transisi energi, industri hulu migas terutama gas akan menjadi penyokong energi pada masa transisi dan akan dikembangkan untuk menggantikan energi batu bara,” tutur Arifin.