Menteri ESDM Sebut Pajak Karbon Energi Fosil Makin Tinggi: Risikonya Kompleks

5 Juli 2023 21:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana PLTU Pluit di Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana PLTU Pluit di Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut pajak karbon bakal menjadi ancaman bagi industri energi yang masih menggunakan bahan bakar fosil salah satunya batu bara.
ADVERTISEMENT
"Kami menganggap ancaman paling besar adalah jika diterapkan praktik carbon mechanism global, akan ada pajak karbon yang disepakati di seluruh negara-negara," kata Arifin di Hotel Dharmawangsa, Rabu (5/7).
Dia mencontohkan, negara Skandinavia memiliki tarif pajak karbon tertinggi di dunia. Hal tersebut tentu berdampak terhadap negara yang belum mengurangi emisinya.
"Industri yang berbasis fosil akan kena pajak. Itu akan membuat produk kita tidak kompetitif, risikonya akan tutup," terang dia.
Risiko tutupnya industri dengan bahan bakar fosil tentu akan berdampak ke pengurangan tenaga kerja yang mengakibatkan bertambahnya angka pengangguran.
Lebih lanjut, Arifin menegaskan, Indonesia perlu memanfaatkan sumber daya alam untuk mengurangi emisi karbon. Mengingat, setiap emisi karbon yang dikeluarkan dikhawatirkan akan dikenakan pajak karbon.
Menteri ESDM Arifin Tasrif saat opening ceremony 41st ASEAN Senior Officials Meeting on Energy. Foto: Dok Kementerian ESDM
Adapun Rystad Energy memperkirakan terdapat potensi lokasi penyimpanan karbon hingga 400 giga ton CO2 pada reservoir lapangan migas dan saline aquifer di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Selain bisa menampung karbon untuk mengurangi emisi untuk mendorong industri, kita nanti ini juga bisa jadi karbon hub," ungkap Arifin.
"Kita bisa lakukan perdagangan eh you mau nyimpan bayar. Contohnya Jepang Korea punya program menyimpan 100 juta ton CO2 cairannya setiap tahun. Kalau karbon price dinilai USD 60 hingga USD 100 per ton, nanti potong ongkos macem-macem, kita potensi dapat devisa dari 400 gigaton tersebut emisi Indonesia itu sampai 2060 paling 25 persen," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku masih menyiapkan instrumen pajak karbon. Adapun pemerintah memang sudah beberapa kali menunda kebijakan pajak karbon.
Berdasarkan catatan kumparan, mulanya pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022. Namun, kebijakan itu tiba-tiba ditunda ke Juli 2022. Namun, kemudian molor dan hingga kini belum jelas kapan pajak karbon akan diimplementasikan.
ADVERTISEMENT
"Kita sedang terus mempersiapkan pajak karbon," kata Sri Mulyani di Soehana Hall, SCBD, Selasa (9/5).
Bendahara negara tersebut menekankan, pajak karbon bukan sekadar instrumen untuk menambah penerimaan negara saja. Melainkan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target net zero emission di tahun 2060.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah masih melihat momentum ekonomi Indonesia.
"Kita lihat dari sisi ekonomi kita, momentum ekonominya kuat berarti cukup baik," terang Menkeu.