Mimpi Merger Pelindo: Jadi Operator Peti Kemas Terbesar ke 8 Dunia vs Gagal

15 September 2021 19:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana merger BUMN operator pelabuhan yang sudah diinisiasi sejak 15 tahun akan segera terealisasi. Saat ini, terdapat 4 BUMN yang bernama Pelindo I hingga IV yang mengelola 80-an pelabuhan dari Pulau Sumatera hingga Papua.
ADVERTISEMENT
Merger bakal dimulai pada 1 Oktober 2021. Pascamerger, Pelindo I hingga IV akan melebur menjadi 1 korporasi, bernama PT Pelabuhan Indonesia (Persero). Wakil Menteri II Kartika Wirjoatmodjo dengan yakni mengatakan, PT Pelabuhan Indonesia bakal menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke 8 di dunia, dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs.

Apakah merger Pelindo ini bakal berjalan mulus?

Harvard Business Review menyebutkan 70-90 persen program merger korporasi gagal karena munculnya resistensi. Resistensi/ penolakan terbesar justru datang dari faktor manusia atau dari internal perusahaan (McKinsey, 2015).
Faktor-faktor resistensi umumnya dipicu oleh minimnya komunikasi terkait program dan urgensi, perbedaan agenda antara manajemen dan karyawan, hingga politik organisasi dan lemahnya dukungan manajemen terkait program merger.
Suasana aktivitas kendaraan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Kenapa BUMN Pelabuhan harus merger?

Merger dipandang penting oleh stakeholder pelabuhan. Asosiasi pemilik perusahaan pelayaran yang tergabung di dalam INSA (Indonesian National Shipowners Association) menilai standardisasi pelayanan menjadi pekerjaan rumah dari BUMN pelabuhan yang belum dituntaskan hingga saat ini. Masing-masing Pelindo, sebelum merger, memiliki standar layanan dan fasilitas berbeda. Sebagai konsumen, perusahaan pelayaran ingin segala bentuk layanan kepelabuhanan seperti bongkar muat peti kemas dan peralatan memiliki standar seragam hingga pelabuhan kecil di Indonesia Timur. Begitu juga infrastruktur pelabuhan bisa disediakan sesuai standar.
ADVERTISEMENT
"Pelabuhan utama memang sudah memiliki standar pelayanan baik, tapi ada juga layanan dan infrastrukturnya masih belum sesuai harapan kita khususnya di pelabuhan kecil di wilayah timur," kata Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA kepada kumparan, Jumat (27/8).
Dengan standardisasi dan kinerja berbeda saat ini, aktivitas bongkar muat pelabuhan bisa terganggu. Ujung-ujungnya akan menambah biaya logistik yang harus ditanggung pengguna jasa kepelabuhanan. Persoalan itu juga berdampak terhadap indeks daya saing logistik Indonesia. Mengutip Indeks Logistik Negara-Negara ASEAN (2018) yang dirilis Bank Dunia, daya saing Indonesia berada di peringkat ke-5 atau di bawah Singapura, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Tantangan itu juga disampaikan oleh Direktur Utama Pelindo II, Arif Suhartono.
“Pada akhirnya biaya logistik lebih tinggi. Ini enggak akan terjadi apabila semua pelabuhan mempunyai performa yang sama, mempunyai fasilitas fisik yang sama maka akan memberikan dampak yang optimal,” ujar Arif dalam Webinar Leadership in Digital Era, PPM School of Management, Sabtu (17/7).
ADVERTISEMENT
Saran terhadap standardisasi layanan tersebut tentu harus dijawab bila merger terealisasi. Pelayanan pelabuhan bukan lagi soal Pelindo I mengelola Belawan atau Pelindo III mengoperatori Pelabuhan Tanjung Perak. Tapi bakal mengarah pada klaster layanan. Jadi di bawah payung PT Pelabuhan Indonesia, nantinya ada manajemen klaster yang spesifik mengurus peti kemas, non-peti kemas, marine, logistik hingga peralatan. Jadi dengan adanya manajemen tersendiri di setiap klaster, ada satu penanggung jawab khusus. Dengan manajemen khusus, misalnya peti kemas, standardisasi layanan pada proses bongkar muat peti kemas di 80-an pelabuhan bakal seragam. Sebagai output merger yang diharapkan INSA, semua bakal memudahkan konsumen di industri pelabuhan.
Harapan lainnya, pembangunan dan penyediaan infrastruktur di pelabuhan-pelabuhan kecil seperti di Indonesia Timur bisa dipercepat dan difokuskan. Sumberdaya manusia hingga investasi yang menumpuk di pelabuhan-pelabuhan besar di direalokasikan ke pelabuhan kecil. Langkah ini lebih mudah ketika semua berada dalam 1 komando bernama PT Pelabuhan Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Dengan begitu, kita berharap akan semakin kompetitifnya pelabuhan kita yang akhirnya berdampak efisien logistik kita ke depan,” kata Carmelita.
Agar mimpi menjadi operator peti kemas kelas dunia dan harapan para stakeholder pelabuhan terpenuhi, alangkah baiknya manajemen PT Pelabuhan Indonesia untuk secara konsisten menggalang dukungan dan koalisi dari karyawan hingga serikat pekerja. Manajemen juga secara berkelanjutan mengkomunikasikan soal visi pelabuhan kelas dunia dan pentingnya merger untuk memberikan pelayanan terstandardisasi di 80-an pelabuhan. Semoga saja mimpi besar itu berjalan mulus, bukan memicu resistensi.