Minyak Goreng Melonjak, Kemendag Minta Pengusaha Sawit Pasok Kebutuhan Lokal

3 November 2021 15:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Minyak Goreng Curah di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Minyak Goreng Curah di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Harga minyak goreng melonjak, membuat pedagang kecil yang berjualan gorengan hingga nasi padang menjerit. Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun meminta pengusaha sawit memasok kebutuhan dalam negeri, tak cuma fokus ke ekspor CPO.
ADVERTISEMENT
Menurut laman hargapangan.id, harga minyak goreng curah hari ini, Rabu (3/11), yaitu sekitar Rp 16.950 per liter, naik hampir dua kali lipat dari sebulan lalu.
Untuk harga minyak goreng kemasan bermerek kelas 1 dan kelas 2, tren kenaikannya juga sama.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri karena dipengaruhi naiknya minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar global. Dia meminta para pengusaha sawit mengutamakan pasokan domestik, ketimbang ekspor.
"Pada dasarnya pemerintah lebih mengutamakan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Ekspor tidak ditutup, tapi mengutamakan kebutuhan dalam negeri," ujarnya kepada kumparan, Rabu (3/11).
Oke memastikan hingga saat ini kebutuhan minyak sawit di dalam negeri sudah terpenuhi. Karena itu, belum ada rencana pengurangan jatah ekspor CPO untuk dialihkan ke kebutuhan domestik. Menurut Oke, mekanisme yang sudah ada saat ini sudah bisa memenuhi kebutuhan minyak sawit dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut produksi sawit nasional tahun lalu sekitar 48 juta ton. Dari situ, kebutuhan domestik mencapai 20 juta ton dengan rincian biodiesel 10 juta ton, minyak goreng sekitar 5 juta ton, lainnya 5 juta ton.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
"Selama ini kebutuhan domestik selalu terpenuhi, jadi belum mengurangi jatah ekspor," kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag itu.
Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO pada 2019 sebanyak 47,18 juta ton. Pada 2020 turun tipis menjadi 47,03 juta ton, dan proyeksi akhir tahun ini 47,47 juta ton atau naik 0,39 persen.
Untuk kebutuhan domestik seperti sektor makanan termasuk minyak goreng, kosmetik, industri oleokimia, dan biodiesel, realisasi pada 2019 mencapai 16,747 juta ton. Sedangkan pada 2020 naik menjadi 17,349 juta ton, dan di akhir tahun ini diprediksi menjadi 18,673 juta ton atau naik 7,63 persen.
ADVERTISEMENT
Sementara jumlah minyak sawit yang diekspor menunjukkan masih lebih besar ketimbang domestik secara total, meski trennya terus turun dari tahun ke tahun. Pada 2019, ekspor minyak sawit yang di dalamnya termasuk CPO, refined (seperti minyak goreng), lauric, biodiesel, dan oleokimia mencapai 37,43 juta ton.
Pada 2020, total ekspor minyak sawit beserta turunannya berkurang menjadi 34 juta ton, dan pada akhir tahun ini ekspor diperkirakan naik 1,2 persen menjadi 34,43 juta ton.
Pekerja mengumpulkan kelapa sawit. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Proyeksi kenaikan ekspor minyak sawit tahun depan dipengaruhi oleh produk turunannya seperti refined 25,5 juta ton atau bakal naik 21 persen dibandingkan 2020, biodiesel naik menjadi 127 ton atau 299 persen, dan oleokimia naik menjadi 4,09 juta ton atau 5,75 persen.
ADVERTISEMENT
Untuk ekspor CPO, GAPKI justru memproyeksikan akan turun di akhir tahun. Data menunjukkan, ekspor CPO pada 2019 sebesar 7,39 juta ton, pada 2020 turun menjadi 7,17 juta ton, dan di akhir tahun ini diperkirakan hanya 3,27 juta ton atau 54,37 persen. Penurunan jatah ekspor CPO ini sejalan dengan perintah Jokowi yang ingin minyak sawit lebih banyak diolah di dalam negeri ketimbang diekspor.