MKI: FABA Berpotensi Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional

25 Maret 2021 13:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLTU Indramayu. Foto: Dok. PLN
zoom-in-whitePerbesar
PLTU Indramayu. Foto: Dok. PLN
ADVERTISEMENT
Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), mendukung dikeluarkannya abu batu bara (fly ash bottom ash/FABA) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
ADVERTISEMENT
MKI memberikan beberapa poin mengenai FABA tersebut. Berikut poin-poin yang dari MKI terkait dikeluarkannya FABA dari kelompok Limbah B3.
1. FABA bukan Bahan Berbahaya dan Beracun
Tingkat racun suatu bahan ditentukan sifat kimia dari bahan tersebut. Sudah sejak lama dan sudah banyak penelitian telah dilakukan di Indonesia untuk mengetahui komposisi kimia FABA dan sifat racunnya dengan menggunakan prosedur Internasional TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure), suatu prosedur pengujian karakteristik racun dari setiap material dengan cara pencucian, di mana hasil larutan yang diperoleh dilakukan 16 jenis analisis kimia atas logam berat.
Selain analisis Toxic melalui TCLP, FABA juga dilakukan Uji LD50 (Lethal Dose 50). Hasil uji semuanya menunjukkan FABA bukan bahan berbahaya dan beracun-Non Hazardous Waste. Ada juga 35 Negara Maju di Eropa, Amerika dan Asia penghasil FABA, termasuk negara-negara Asia yang memiliki PLTU Batu bara yang juga menggunakan batu bara dari Indonesia, memasukkan FABA sebagai Non Hazardous Waste, serta dikategorikan Green List of Waste.
Optimalkan pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada PLTU. Foto: Dok. PLN
FABA Limbah Tidak Beracun yang Bisa Bermanfaat Bagi Masyarakat
ADVERTISEMENT
Sudah banyak penelitian yang dilakukan di dalam dan luar negeri terkait pemanfaatan FABA. Negara lain penghasil FABA, lebih memfokuskan diri pada upaya pemanfaatan sebagai sumber material bagi banyak kegiatan.
Di Indonesia, selama ini pemanfaatan FABA masih sangat terbatas untuk tahap penelitian, pilot project dan atau pemanfaatan di lokasi setempat di dalam lingkungan PLTU.
Salah satu penyebabnya adalah terkait dengan statusnya yang selama ini dikelompokkan sebagai Limbah B3, yang mengharuskan banyak jenis perizinan dengan proses yang lama untuk mendapatkannya. Jenis Perizinan yang diperlukan meliputi tahap produksi, penyimpanan, pengangkutan hingga pemanfaatan.
Dengan dikeluarkannya status FABA sebagai Limbah B3, maka potensi pemanfaatan FABA dapat dilakukan secara massal untuk berbagai macam kegiatan. Adapun potensi pemanfaatan FABA antara lain untuk kegiatan Konstruksi seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, jembatan, paving block, beton pra-tekan, road base, bantalan kereta api, rumah tinggal, rumah ibadah, jalan desa, sekolah, asrama TNI/Polri di daerah, rumah dinas, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Peran FABA dalam bidang konstruksi dapat menggantikan peran semen, sehingga juga ramah secara lingkungan dan hemat secara ekonomi. FABA juga dapat diproses menjadi bata ringan (light brick) yang sangat cocok untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi. FABA juga material yang kaya sekali akan mineral, juga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pupuk pada banyak perkebunan, pertanian, dan juga perladangan.
FABA dapat dipergunakan untuk menghidupkan ekonomi di sekitar Pembangkit PLTU melalui kegiatan usaha yang bisa dilakukan oleh UMKM, BUMD, Koperasi, Kelompok Usaha di desa setempat. Sebagai Limbah Non B3, maka FABA dapat memenuhi siklus Cradle to Cradle - sebuah prinsip siklus material yang mampu telusur bagi lingkungan, mulai sejak diproduksi menjadi produk lain yang bermanfaat sehingga membentuk siklus yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Pemerintah tidak memasukkan FABA sebagai limbah B3 menjadi penopang yang potensial dalam membangun Infrastruktur di berbagai daerah baik di kota maupun di pedesaan. Dengan demikian FABA sebagai Limbah NON B3 juga akan mampu menciptakan banyak lapangan kerja baru bagi kegiatan usaha di sekitar sumber penghasil FABA di daerah setempat.
Konsumsi batu bara di Indonesia sebesar 80 Juta ton per tahun, dengan kadar abu pada kisaran 6-10 persen, maka akan dihasilkan FABA sebanyak 4,8-8 juta ton per tahun dengan lokasi yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia. Dengan volumenya yang demikian besar, maka FABA berpotensi untuk menggantikan atau mensubstitusi peran semen untuk keperluan konstruksi di seluruh Indonesia.
Optimalkan pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada PLTU. Foto: Dok. PLN
Bagaimana Menanggulangi Kekhawatiran Lingkungan Pengelolaan FABA Jika Bukan LB3
ADVERTISEMENT
Sebagai Limbah Non B3, FABA tetap wajib memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dalam penanganannya (Handling), sama halnya dengan penanganan material konstruksi lainnya, dikemas dengan baik, menggunakan alat angkut yang tertutup sebagaimana yang selama ini sudah berlangsung.
Para penghasil FABA juga wajib melaporkan Neraca FABA atau daftar tonase mulai dari jumlah yang dihasilkan, disimpan maupun yang dimanfaatkan. Dengan demikian, FABA keberadaannya akan mampu ditelusuri dan transparan, dengan tingkat pengelolaan yang tetap dapat dijaga melalui Standard Operasi yang baik.
MKI juga berperan aktif memberikan masukan kepada pemerintah dan penghasil dalam ikut menjaga agar Handling FABA dilakukan dengan baik. MKI ikut aktif mendukung pembahasan rencana Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri sebagai petunjuk pelaksanaan pengelolaan FABA sejalan dengan semangat PP 22 – 2021.
ADVERTISEMENT
SOP akan mencakup standard pengelolaan FABA sejak dari produksi, pengangkutan internal di dalam PLTU, penyimpanan di dalam PLTU, pengangkutan ke pihak eksternal keluar dari PLTU, penyimpanan di luar PLTU dan hingga ke Pemanfaatan oleh Pihak Eksternal PLTU.
SOP juga akan memuat jenis peralatan yang harus disiapkan dan metode masing-masing tahapan pada saat Handling FABA, termasuk jenis APD (Alat Pelindung diri) yang harus dipergunakan oleh operator yang berkontak langsung dengan FABA.
SOP juga akan mengatur jenis alat angkut yang boleh dipergunakan, pengaturan batasan maximum kecepatan kendaraan di dalam PLTU, maximum kapasitas loading, persyaratan dan fasilitas yang diperlukan untuk penyimpanan, pemantauan tingkat kebersihan, frekuensi & cara pemantauan, dan bahkan juga disusun SOP untuk mengantisipasi jika terjadi kondisi darurat akibat gangguan alam.
ADVERTISEMENT
SOP juga akan mengatur sistem pelaporan, bentuk pelaporan, frekuensi pelaporan dan pihak-pihak yang mendapatkan laporan.