Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS Diprediksi Menguat pada 2023

19 November 2022 18:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi  dolar Amerika Serikat (AS). Foto:  ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
The Indonesia Economic Intelligence (IEI) mencatat kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini belum cukup untuk mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Chief Economist IEI, Sunardi, mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpeluang menguat menjelang tutup tahun 2022 dan di 2023.
ADVERTISEMENT
“Memang belum mendekati dan bisa diterima pelaku industri ekspor dan impor. Faktor penopangnya ada IPO dan rights issue yang membutuhkan pendanaan cukup besar,” ujar Sunardi dalam paparan secara virtual, Sabtu (19/11).
Sunardi mencermati emiten bersiap menerbitkan efeknya pada sisa akhir tahun 2022 dan pada tahun 2023 mendatang, yang mengincar sekitar Rp 46,9 triliun dana dari IPO dan Rp 39,4 triliun dari hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Beberapa dari emiten yang akan melakukan penerbitan efek tersebut seperti Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang akan melakukan rights issue masing-masing sebesar Rp 4,13 triliun dan Rp 3 triliun pada akhir tahun 2022.
“Kebijakan kenaikan BI7DRR pada bulan November berdampak pada posisi real interest rate Indonesia yang semakin baik, di tengah tekanan inflasi yang semakin berkurang. Hal ini akan menjadi daya tarik bagi investor institusional asing masuk ke pasar keuangan Indonesia,” kata Sunardi.
ADVERTISEMENT
Dari sisi eksternal, Sunardi mengamati tekanan berupa kenaikan suku bunga The Fed masih akan terjadi sampai dengan akhir tahun 2022. Namun tekanan akan mulai berkurang ketika memasuki tahun 2023, seiring dengan ekspektasi inflasi di AS yang diperkirakan akan kembali ke level normal pada tahun 2023.
“Potensi penguatan nilai tukar rupiah berasal dari berkurangnya tekanan inflasi, membaiknya real interest rate dan meningkatnya aktivitas di pasar modal. Kedua faktor eksternal dan internal tersebut akan mendorong terjadinya capital inflow ke Indonesia dan meningkatkan suplai valas serta memperkuat nilai tukar rupiah,” jelas Supardi.
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Menurutnya, pergerakan nilai tukar rupiah selama 2022 lebih dipengaruhi oleh dinamika eksternal khususnya terkait kebijakan suku bunga acuan (policy rate) yang diambil oleh bank-bank sentral negara lain, terutama the Fed Fund Rate (FFR). Kenaikan FFR secara agresif telah menyebabkan terjadinya capital outflow secara masif dan memperlemah nilai tukar rupiah.
ADVERTISEMENT
Dari sisi eksternal, investor portofolio asing masih melihat bahwa real interest rate Indonesia kurang menarik. Pergerakan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh permintaan valas di Indonesia yang masih tinggi sedangkan sisi pasokannya (suplai) cenderung stagnan. Tingginya capital outflow dan demand valas di dalam negeri belum diimbangi oleh suplai valas yang cukup.
"(Rupiah juga melemah disebabkan) kurang maraknya penerbitan emisi efek di pasar modal selama 2022. Selama tahun 2022 jumlah korporasi yang menerbitkan efek baru cukup banyak, namun nilainya menurun dibanding tahun lalu. Penurunan terutama terjadi pada IPO dan rights issue," tutur Supardi.