Obituari Ahmad Bambang: Otak di Balik SPBU Pasti Pas hingga Pertalite

11 Mei 2021 8:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Bambang, mantan wadirut Pertamina. Foto: Dewi Rachmat K/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Bambang, mantan wadirut Pertamina. Foto: Dewi Rachmat K/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang meninggal dunia pada Senin (10/5). Abe, sapaan akrabnya, telah lama berkarier di Pertamina, setidaknya hingga 29 tahun.
ADVERTISEMENT
Posisi sebagai Wadirut Pertamina adalah jabatan terakhirnya di BUMN perminyakan itu. Dia dicopot pada 2017 bersamaan dengan Dirut Pertamina kala itu, Dwi Soetjipto yang kini menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Perjalanan panjang Abe di Pertamina tidak mudah. Dia mengaku banyak mendapatkan musuh karena berbagai terobosan bisnis yang dia gagas di berbagai posisi yang ditempati. Mulai dari VP Strategic Planning and Business Development, Direktur Pemasaran, hingga Wadirut Pertamina.
Abe merupakan otak dibalik SPBU Pasti Pas pada 2007 yang mengubah citra SPBU Pertamina dari semrawut dan banyak kecurangan menjadi terotomasi dengan IT. Praktik nakal pencampuran BBM pun berhasil dihalaunya. SPBU Pasti Pas juga menjadi siasat Abe agar bisnis SPBU Pertamina tidak tergilas SPBU asing yang salah satunya mulai didirikan Shell.
ADVERTISEMENT
"Kami gerakkan transformasi, yang pertama kali melakukan adalah bagian pemasaran dengan SPBU Pasti Pas, otomasi di depo. Delivery truk kami ubah, dulu orang dibayar per kilometer per kiloliter. Bagaimana pelayanan dan takarannya SPBU bagus, kualitasnya bagus, kalau suplainya enggak bagus?" kata Bambang dalam sebuah wawancara di Yogyakarta, 2017 lalu.
Petugas SPBU melayani masyarakat dengan mengisi BBM jenis Pertalite. Foto: ANTARA FOTO/Olha Mulalinda

Bikin Pertalite dan LPG Bright Gas 5,5 Kg

Berhasil mengubah citra SPBU Pertamina menjadi lebih baik dengan SPBU Pasti Pas, Abe kemudian membuat sejumlah produk baru BBM. Salah satunya Pertalite pada Juli 2015.
Abe bercerita, di akhir Desember 2014, dalam laporan keuangan perusahaan, dari 10 kelompok bisnis marketing Pertamina, ada 5 yang merugi. Mulai dari bisnis retail hingga penjualan Solar ke PT PLN.
ADVERTISEMENT
Bisnis retail yang merugi itu gabungan dari Premium, Solar, minyak tanah, dan elpiji yang selama ini disubsidi pemerintah. Sementara produk nonsubsidi seperti Pertamax dan Pertamax Plus untung, namun hanya 3 persen dan tidak mampu menutup kerugian 97 persen dari bisnis BBM subsidi.
Kala itu, Abe berpikir, solusi untuk mengatasi kerugian bisnis ritel BBM subsidi Pertamina adalah dengan memberikan alternatif kepada masyarakat produk baru di luar subsidi. Maka, lahirlah Pertalite yang harganya lebih mahal dari Premium, namun lebih murah dari Pertamax.
"Jadi konsumennya yang dipindah. Makanya kita develop Pertalite, kami luncurkan akhir Juli 2015. Waktu itu sampai akhir 2015, Premium sudah turun dari 97 persen menjadi 86 persen. Pertalite dan Pertamax sudah 14 persen. Pertamax naik hampir 3 kali lipat," kata Abe.
ADVERTISEMENT
Produksi dan penjualan Pertalite terus dikebut pada 2016. Langkah ini, menurutnya berhasil mengurangi konsumsi Premium menjadi 47 persen. Sementara konsumsi Pertalite mencapai 33 persen, Pertamax 18 persen, sisanya Pertamax Plus dan Pertamax Turbo.
Pasar konsumen perlu dipindah ke Pertalite karena menurutnya saat itu banyak masyarakat yang mampu membeli BBM di luar Premium, namun yang harganya tidak di atas Pertamax. Konsep ini juga yang diterapkan pada produk LPG Bright Gas 5,5 kg.
LPG Bright Gas 5,5 kg lahir karena menurutnya banyak masyarakat mampu tidak ingin pakai LPG 3 kg yang disubsidi. Masalahnya, LPG 12 kg terlalu berat. Dia pun memikirkan konsep pembuatan LPG Bright Gas 5,5 kg yang menarik perhatian ibu-ibu di rumah.
ADVERTISEMENT
"Target pasar Bright Gas yang kedua adalah orang-orang di apartemen. Makanya kita bikin 5,5 kg kan ringan. Warnanya pink. Tapi kita terhambat oleh penyediaan tabung. Pengusaha tabung gas enggak yakin bahwa Bright Gas 5,5 kg bakal laku. Kalau Kami pakai strategi promosi yang bagus, tabung gasnya dibuat cantik warna pink, ibu-ibu nanti yang bujuk bapak-bapak di rumah," ujar Abe.
Setelah Abe tidak lagi menjabat sebagai Wadirut Pertamina karena insiden matahari kembar yaitu posisi dua kepemimpinan di Pertamina kala itu. Dia sempat menjadi Deputi Kementerian BUMN dan mengundurkan diri dari jabatan itu karena sakit dan sempat menjalani pengobatan di luar negeri.
****
Saksikan video menarik di bawah ini: