OJK Beberkan Kondisi Sektor Jasa Keuangan RI Jelang New Normal

29 Mei 2020 11:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memonitor kondisi jasa keuangan selama masa pandemi corona. Dampak virus corona memang memberikan tekanan, namun kondisinya dinilai masih stabil.
ADVERTISEMENT
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo mengatakan, kondisi stabilitas sistem keuangan sampai saat ini tetap terjaga dengan kinerja intermediasi yang positif.
Di sisi lain, menyikapi kondisi new normal yang mulai berlaku di berbagai negara dan Indonesia yang tengah bersiap, OJK melihat adanya kesempatan bagi sektor riil di tanah air dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan kapasitas ekspornya.
"(Tentunya) Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini juga didukung ketersediaan likuiditas dan aspek permodalan yang cukup di perbankan saat ini," ujar Anto melalui keterangan resminya, Jumat (29/5).
Seorang Petugas Teller PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. sedang menghitung uang kertas di Kantor Cabang Harmoni, Jakarta, Senin (18/5). Foto: Dok. BTN
Dalam upaya memitigasi dampak pelemahan ekonomi dan menjaga ruang untuk peran intermediasi sektor jasa keuangan, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan stimulus lanjutan yang telah disampaikan OJK pada hari Rabu (27/5) lalu.
ADVERTISEMENT
Anto membeberkan, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan April 2020 tumbuh sejalan dengan perlambatan ekonomi. Kredit perbankan tumbuh sebesar 5,73 persen (yoy), sementara piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 0,8 persen (yoy).
"Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,08 persen (yoy). Pada April 2020, industri asuransi berhasil menghimpun pertambahan premi sebesar Rp 15,7 triliun," kata dia.
Sampai 26 Mei 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal tercatat mencapai Rp 32,6 triliun dengan 22 emiten baru. Di dalam pipeline telah terdapat 67 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 31,6 triliun.
Ilustrasi pergerakan saham. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020, menurutnya masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,89 persen (NPL net Bank Umum Konvensional (BUK): 1,09 persen) dan Rasio NPF sebesar 3,25 persen.
ADVERTISEMENT
"Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen," imbuhnya.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid atau non-core deposit dan alat likuid atau DPK April 2020 terpantau pada level 117,8 persen dan 25,14 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
"Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang memadai," tegasnya.
Ia melanjutkan, Capital Adequacy Ratio BUK tercatat sebesar 22,13 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 651 persen dan 309 persen, jauh diatas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Warga New York, Amerika Serikat bersantai tanpa masker saat kota tersebut sedang lockdown. Foto: REUTERS / Eduardo Munoz
Sebelumnya, proyeksi IMF dan rilis data PDB triwulan I 2020 menyebutkan, mayoritas negara akan mengalami kontraksi pada triwulan selanjutnya akibat kebijakan lockdown yang telah diterapkan. Selain itu, rilis data high frequency terkini semakin meningkatkan keyakinan bahwa AS dan Eropa akan mengalami resesi pada triwulan II-2020.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, di tengah tingginya potensi resesi, mulai dilonggarkannya lockdown di beberapa negara maju memberi sentimen positif dan mendorong penguatan pasar saham dan obligasi global pada Mei 2020.
"Meredanya volatilitas di pasar keuangan global berdampak pula pada pasar keuangan domestik yang bergerak relatif stabil di tengah masih tingginya penyebaran COVID-19 di Indonesia serta rilis data perekonomian domestik yang kurang positif," ujarnya.
Hingga 20 Mei 2020, pasar saham ditutup di level 4.546 atau sedikit melemah sebesar -3,6 persen mtd, sedangkan pasar SBN relatif stabil dengan yield rata-rata menguat sebesar 11,9 bps mtd.
Investor non-residen mencatatkan net buy sebesar Rp 12,5 triliun mtd (pasar saham: Rp 8 triliun; pasar SBN: Rp 4,5 triliun), berbeda dengan bulan April yang masih mencatatkan net sell sebesar Rp 10,9 triliun.
ADVERTISEMENT
"OJK senantiasa memantau perkembangan pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian global dan domestik. OJK juga akan terus menyiapkan berbagai kebijakan sesuai kewenangannya menjaga stabilitas industri jasa keuangan, melindungi konsumen sektor jasa keuangan serta mendorong pembangunan ekonomi nasional," tandasnya.