OJK Klaim Sektor Keuangan RI Masih Stabil di Tengah Wabah Corona

27 Maret 2020 10:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim sektor jasa keuangan saat ini masih dalam kondisi terjaga dengan membukukan kinerja positif dan profil risiko yang tetap terkendali per Maret 2020. Kondisi tersebut, terjadi di tengah kondisi perekonomian yang tertekan akibat merebaknya virus corona di banyak negara.
ADVERTISEMENT
Sejak Februari 2020 lalu, OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus perekonomian di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank. Upaya ini bertujuan, menjadi countercyclical dampak penyebaran virus corona.
"OJK senantiasa memantau perkembangan ekonomi global yang sangat dinamis dan berupaya untuk terus memitigasi potensi risiko (akibat corona) yang ada terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik," tulis Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Jumat (27/3).
Pihaknya menyebut, kondisi perekonomian global diperkirakan akan terkontraksi cukup dalam pada semester I tahun 2020, dan mulai kembali pulih pada semester II 2020.
Namun demikian, Ia tak menyangkal, pulihnya perekonomian global akan sangat bergantung pada berakhirnya wabah virus corona di tataran global. Perekonomian AS dan Eropa misalnya, diprediksi akan terkontraksi pada kuartal II tahun 2020 sebab penyebaran virus baru mencapai puncaknya pada April dan Mei ini. Sedangkan, ekonomi China diprediksi telah membaik pada kuartal II tahun 2020, sejalan dengan mulai melambatnya penyebaran virus corona di China.
ADVERTISEMENT
Besarnya sentimen negatif terkait penyebaran virus corona secara global lantas juga berpengaruh terhadap perkembangan di Indonesia yang mempengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik, khususnya di pasar keuangan, baik pasar saham maupun SBN.
Petugas medis bersiap di ruang perawatan Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Kompas/Heru Sri Kumoro
Lantas, apa jurus-jurus yang dilakukan OJK?
OJK mengaku telah menyiapkan stimulus dalam menghadapi dampak penyebaran virus corona, baik kebijakan di sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank. Di sektor IKNB misalnya, OJK menyiapkan relaksasi ketentuan seperti perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala IKNB kepada OJK.
Tak hanya itu, OJK juga mendorong pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) pihak utama IKNB dapat dilaksanakan melalui video conference, serta ada pula penetapan kualitas aset pembiayaan dan restrukturisasi pembiayaan mulai dari ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk pembiayaan sampai Rp 10 miliar hingga restrukturisasi terhadap debitur terdampak COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sementara kebijakan stimulus di sektor perbankan yang sudah berjalan ialah penilaian kualitas kredit sampai dengan Rp 10 miliar, restrukturisasi bank tanpa batasan plafon kredit atau jenis debitur (Non-UMKM dan UMKM).
Sementara di pasar modal, OJK mengeluarkan kebijakan untuk meredam volatilitas meliputi pelarangan short selling, assymmetric auto rejection, trading halt 30 menit untuk penurunan indeks 5 persen, dan pelaksanaan buyback saham tanpa melalui RUPS, serta perpanjangan penggunaan laporan Keuangan untuk IPO dari 6 bulan menjadi 9 bulan.
OJK juga telah mengeluarkan kebijakan relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan dan penyelenggaraan RUPS, memperkenankan emiten untuk dapat melakukan RUPS melalui sistem elektronik (e-RUPS), relaksasi berlakunya Laporan Keuangan dan Laporan Penilaian di Pasar Modal, serta relaksasi terkait masa penawaran awal dan penawaran umum.
ADVERTISEMENT
Kebijakan OJK lainnya, ialah relaksasi nilai haircut untuk perhitungan collateral dan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD), stimulus dan relaksasi kepada industri pengelolaan investasi, penyingkatan jam perdagangan di bursa efek, di penyelenggara pasar alternatif, dan waktu operasional penerima laporan transaksi efek, serta penyesuaian waktu penyelesaian transaksi perdagangan efek.
"Berbagai kebijakan ini diharapkan bisa membantu upaya Pemerintah dalam memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan," ujarnya.
Sejak awal Maret hingga 24 Maret 2020, investor non-residen tercatat keluar dari pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp 6,11 triliun dan Rp 98,28 triliun. Dengan kondisi tersebut, pasar saham melemah signifikan sebesar 27,79 persen mtd (month to date) atau 37,49 persen ytd (year to date) menjadi 3.937,6, diikuti dengan pelemahan di pasar SBN dengan yield yang rata-rata naik sebesar 118,8 bps mtd atau 95 bps ytd.
ADVERTISEMENT