OJK Pastikan Tawaran Pinjaman Duit via SMS Berasal dari Fintech Bodong

7 Oktober 2020 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Praktik fintech peer to peer (P2P) lending ilegal masih marak di Indonesia. Salah satu cara yang digunakan oleh para fintech bodong untuk menjerat calon korbannya adalah dengan menyebar SMS berisi tawaran pinjaman dengan segala iming-iming kemudahannya.
ADVERTISEMENT
Merespons maraknya tawaran pinjol via SMS, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar Kasan menegaskan bahwa masyarakat harus berhati-hati karena SMS tersebut dipastikan adalah penipuan. Sebab OJK sebagai regulator tidak pernah mengizinkan fintech P2P lending legal menawarkan produk atau jasa mereka via SMS.
“OJK mengingatkan kalau dapat tawaran SMS berkaitan pinjaman, langsung dihapus saja. Karena hampir dipastikan bukan dari fintech legal. Karena oleh OJK itu dilarang. Ada ketentuan tidak boleh melakukan penawaran produk atau jasa melalui saluran pribadi tanpa izin konsumen,” ungkap Munawar dalam Diskusi Virtual Peran Literasi Keuangan Digital Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (7/10).
Adapun ketentuan tersebut tertuang Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, pasal 19 yang berisi bahwa Pelaku Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan konsumen.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menurut Munawar, masyarakat harus berhati-hati setiap bertransaksi di fintech, baik payment maupun P2P Lending. Sebab ada risiko yang selama ini tidak pernah ditemukan pada transaksi offline. Risiko tersebut yaitu tentang keamanan data pribadi.
ADVERTISEMENT
Munawar juga menegaskan bahwa OJK tidak pernah mengizinkan fintech untuk mengakses kontak telepon dari peminjam. Hanya ada tiga hal yang bisa diakses oleh penyelenggara fintech P2P lending yaitu kamera, mikrofon dan lokasi.
“OJK tidak memperbolehkan fintech menggunakan data-data yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan bisnisnya. Jadi misalnya begini, buat apa fintech pengin tahu daftar kontak peminjam? Enggak ada hubungannya (dengan bisnis fintech),” ujarnya.
Menurut Munawar pihaknya juga terus mencoba mengedukasi masyarakat soal perlindungan data pribadi. Apalagi mengingat Indonesia belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi.
“Makanya siapapun, kalau mendownload aplikasi pastikan informasi-informasi atau data-data rahasia jangan mudah dikasih. Karena kita belum punya undang-undang perlindungan data pribadi,” tandasnya.