OJK Terbitkan SCF, Restoran hingga Peternak Bisa Dapat Modal Lewat Urun Dana

27 Januari 2021 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding/SCF). Beleid ini telah diteken pada tanggal 11 Desember 2020 lalu dan resmi diluncurkan saat pembukaan perdagangan saham 2021.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B Ona Retnesti Swaminingrum menjelaskan bahwa penerbitan SCF ini merupakan perluasan dari POJK 37/POJK.04/2018 tentang Equity Crowdfunding.
Menurut Ona, ECF belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Usaha Kecil Menengah sebab penerbitnya hanya Perseroan Terbatas. Sedangkan masih banyak Usaha Kecil Menengah (UKM) yang tidak berbentuk Perseroan Terbatas.
“Jadi hanya PT yang bisa ECF. Kita inginnya itu dibuka untuk badan-badan hukum lain misalnya koperasi. Jadi itu menjangkau UKM yang lain. Jadi kita memperluas akses kepada menengah kecil dengan menerbitkan SCF ini,” ujar Ona dalam Media Briefinf OJK, Rabu (27/1). Sehingga artinya lahirnya SCF ini merupakan penyempurnaan dari konsep pengaturan Layanan Urun Dana.
Ona merinci, SCF ini hadir sebagai alternatif bagi pelaku usaha pemula (start-up company) dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam mencari pendanaan bagi usahanya melalui pasar modal. Selain dalam bentuk efek bersifat ekuitas, dalam POJK 57/POJK.04/2020 ini urun dana juga mencakup efek bersifat utang atau sukuk.
ADVERTISEMENT
Nantinya proses urun dana ini akan melibatkan tiga pihak antara lain penyelenggara yaitu pihak yang mengajukan izin ke OJK, kemudian ada penerbit yaitu UMKM atau koperasi yang ingin menghimpun dana dan terakhir adalah pemodal yaitu masyarakat yang mau berinvestasi lewat urun dana.
Penyelenggara nantinya akan melakukan seleksi kepada penerbit yang ingin melakukan himpun dana. Ona memastikan bahwa seleksi atau due dilligence dilakukan secara ketat sehingga penerbit atau UMKM yang akan menghimpun dana dipastikan memiliki kelangsungan bisnis yang baik.
“Misalnya restoran dilihat laris atau enggak. Kalau penerbit enggak punya izin, penyelenggara juga tidak akan mau,” ujarnya. Setelah proses seleksi selesai barulah penerbit bisa menerbitkan produknya berupa efek bersifat ekuitas, efek bersifat utang, atau sukuk.
Suasana Dapur Suami Istri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Foto: Azalia Amadea/Kumparan
Jangka waktu penawaran ditetapkan 12 bulan dengan nilai penawaran maksimal Rp 10 miliar. Menurut Ona karena dana yang akan dihimpun nilainya tidak terlalu besar, baik penerbit dan pemodal juga datang dari kalangan usaha kecil menengah.
ADVERTISEMENT
Menurut Ona, penerbit datang dari sektor usaha kecil seperti restoran, perkebunan bahkan peternakan. “Ada peternak kambing yang juga jadi penerbit,” ujarnya. Sedangkan pemodal juga datang dari masyarakat ataupun pedagang kecil.
“Di Jogja kemarin (pemodalnya) bakul jamu yang sehari cuma punya uang Rp 50 ribu pun dia mau (jadi pemodal). Nabung istilahnya. Saya mau ikut investasi. Jadi itu memang benar menengah kecil sekali. Karena dananya tidak terlalu besar,” ujar Ona.
Dari urun dana tersebut penerbit akan memperoleh modal sesuai yang diajukan saat penawaran. Namun urun dana bisa bisa batal demi hukum jika minimum penghimpunan dana tidak terpenuhi. Sedangkan pemodal akan mendapatkan keuntungan sesuai jenis efek yang diterbitkan. Jika penerbit menawarkan ekuitas maka pemodal akan mendapatkan dividen. Sedangkan jika penerbit menawarkan utang maka pemodal akan mendapatkan imbal hasil.
ADVERTISEMENT