Pangsa Pasar ke Eropa Kecil, Diskriminasi Sawit RI Tak Perlu Diambil Pusing

19 Februari 2020 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Talk CEO Bersama Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa (kanan), di Bogor, Rabu (19/2). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Talk CEO Bersama Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa (kanan), di Bogor, Rabu (19/2). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Anak usaha Astra International Group, PT Agro Lestari Tbk (AALI) memandang persoalan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa tidak perlu diambil pusing.
ADVERTISEMENT
Sebab, pangsa pasar minyak sawit Indonesia di Uni Eropa tidak besar, hanya sekitar 7 juta ton per tahun. Sementara produksi minyak sawit Indonesia sekitar 48 juta ton per tahun.
Presiden Direktur Astra Agro Lestari Santosa mengatakan, pangsa pasar terbesar minyak sawit Indonesia berada di Asia Selatan dan Timur Tengah.
"Seluruh Uni Eropa 29 negara itu hanya sudah 7 juta ton (per tahun)," katanya saat acara The CEO Talk di Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/2).
Ia mengatakan, isu diskriminasi sawit berpengaruh pada psikologis pasar. Tetapi untuk fundamental industri sawit tidak terlalu berdampak.
Kelapa Sawit yang sedang diangkut dengan truk. Foto: Samsul Said/Reuters
Belum lagi, kata dia, saat ini pemerintah telah gencar menyuarakan penggunaan bahan bakar dengan campuran 30 persen minyak kelapa sawit atau Biodiesel 30 persen (B30). Menurutnya, program pemerintah ini sudah tepat untuk meningkatkan konsumsi minyak sawit dalam negeri. Sehingga tidak terlalu ketergantungan dengan Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Bahkan ia mengatakan, Uni Eropa pernah menggunakan program Biodiesel untuk kendaraan pada tahun 2007-2013. Saat itu, ketergantungan Uni Eropa dengan minyak sawit semakin tinggi.
Santosa melanjutkan, Uni Eropa khawatir dengan permintaan yang tinggi ke depan, harga minyak sawit akan semakin tinggi.
"Sebelumnya enggak pernah alasannya deforestasi. Bukan hanya itu, kelapa sawit produktivitas paling tinggi," ungkapnya.
Selain itu, ia optimistis program Biodiesel pemerintah bisa terus dikembangkan. Hanya saja ia menekankan, dalam menjalankan program Biodiesel perlu adanya subsidi pada saat harga sawit naik.
"Tapi program Biodiesel itu harus disubsidi agar bisa terus jalan," katanya.