Pekerja Industri Tembakau Minta Dilibatkan di Aturan Pertembakauan

20 Januari 2023 16:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyortir rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok PT Praoe Lajar yang menempati bekas kantor perusahaan listrik swasta Belanda NV Maintz & Co, di kawasan Cagar Budaya Nasional Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/2/2022).  Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyortir rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok PT Praoe Lajar yang menempati bekas kantor perusahaan listrik swasta Belanda NV Maintz & Co, di kawasan Cagar Budaya Nasional Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/2/2022). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Para pekerja di industri tembakau meminta untuk dilibatkan dalam aturan pertembakauan, utamanya rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan, revisi beleid tersebut tidak mendesak untuk dilakukan. Aturan ini telah secara komprehensif mengatur urusan pertembakauan baik dari sisi kesehatan maupun kepentingan industri.
“PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah tepat dan tidak perlu direvisi. Jika dilakukan revisi, para pekerja akan semakin tertekan. RTMM akan mempertahankan keadilan bagi anggota kami,” ujar Sudarto dalam keterangannya, Jumat (20/1).
Sudarto mengatakan, jika revisi PP 109/2012 dilaksanakan, justru akan menekan industri hasil tembakau sebagai sawah ladang dan sumber mata pencaharian sebagian besar anggota RTMM. Ia menilai, pekerja di industri rokok sering menjadi pihak yang termarjinalkan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mengancam mata pencaharian mereka.
ADVERTISEMENT
"Tapi, sampai sekarang kami tidak pernah tahu mitigasinya seperti apa. Proses revisi PP 109/2012 ini bertentangan dengan Undang-Undang karena tidak mengakomodir kepentingan pihak yang terlibat,” tegas Sudarto.
Ketua Umum Pakta Konsumen Ari Fatanen menilai, PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah tepat, utamanya karena sudah memuat ketentuan yang mengatur terkait perokok anak. “Yang dibutuhkan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya adalah gerakan bersama untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada anak berusia 18 tahun ke bawah terkait aktivitas merokok," kata dia.
Dalam hal penyusunan regulasi, Ari menambahkan, konsumen tidak pernah dilibatkan, padahal mereka adalah salah satu pihak terdampak. Konsumen rokok juga menyumbang terhadap pemasukan negara dan pembiayaan pembangunan melalui pembayaran cukai.
ADVERTISEMENT
“Revisi bukan solusi. Regulasi ini masih relevan digunakan. Buktinya, berdasarkan data BPS, jumlah perokok anak mengalami penurunan selama empat tahun terakhir,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen atau turun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 28,96 persen.
Sementara prevalensi perokok anak atau usia sama atau di bawah 18 tahun, sebesar 3,44 persen. Angka ini menurun 25 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,69 persen. Angka ini juga memperkuat tren penurunan prevalensi perokok anak yang telah terjadi sejak 2018 yaitu sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.