Pelaku UMKM Tolak Rencana Kemendag Revisi Aturan Ritel Modern dan Pemasok

18 September 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perajin memasang lebel pada pruduk yang akan dikirim ke pelanggannya di UMKM Win's Rajut, Pasuruan, Jawa Timur. Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Perajin memasang lebel pada pruduk yang akan dikirim ke pelanggannya di UMKM Win's Rajut, Pasuruan, Jawa Timur. Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk merevisi aturan mengenai kerja sama antara peritel dan pemasok mendapat penolakan dari pelaku UMKM. Aturan Kemendag tersebut sebenarnya baru disahkan pada Mei 2021.
ADVERTISEMENT
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Adapun Permendag Nomor 23 Tahun 2021 merupakan pengganti pendahulunya yakni Permendag Nomor 56 Tahun 2014.
Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menolak revisi permendag yang baru disahkan 3,5 bulan ini. Rencana revisi ini dinilai hanya akan menguntungkan peritel saja.
“Tidak perlu revisi,” Ketua Umum Akumindo M. Ikhsan Ingratubun kepada kumparan, Sabtu (18/9).
Ikhsan menjelaskan poin yang menurutnya sangat merugikan pelaku usaha kecil dan menengah yaitu rencana penghapusan tarif maksimal 15 persen dari keseluruhan perdagangan bagi pemasok, menjadi mekanisme pasar.
“Biaya-biaya yang ditetapkan sesuai mekanisme pasar ini yang tidak boleh, karena menguntungkan dengan suka-suka kepada retail modern, pemerintah harus mengatur,” katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu ada poin lain yang dinilai memberatkan usaha kecil dan menengah. Poin tersebut tertuang dalam Pasal 11 e yang berbunyi, “Pemasok dapat dikenakan denda apabila tidak memenuhi jumlah dan ketepatan waktu pasokan.” tulis poin tersebut.
Menurut Ikhsan, dalam kasus yang sama peritel juga kerap mengulur waktu pembayaran. Ketentuan bagi peritel termuat dalam Pasal 11 f yaitu, “Toko swalayan dapat dikenakan denda apabila tidak memenuhi pembayaran tepat pada waktunya.” tulisnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menuturkan, revisi beleid ini merupakan upaya pemerintah memastikan keseimbangan perdagangan antara pemasok atau produsen dengan pengelola (peritel). Nantinya dalam aturan yang baru, kedua belah pihak akan mendapat jaminan perluasan usaha melalui sistem kemitraan.
ADVERTISEMENT
Dalam aturan baru ini nantinya juga akan ada perubahan skema bisnis menjadi Business to Business (B2B) dengan kepastian keseimbangan kerja sama bisnis melalui pengaturan klausul baku.
Klausul Baku adalah suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausul baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur/bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.
Oke bilang, Kemendag telah melakukan komunikasi beberapa kali bersama Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) dan pemasok.
“Sudah, dan sudah beberapa kali (berkomunikasi),” lanjut Oke.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akan segera melakukan sosialisasi (public hearing) supaya pada saat implementasi tidak ada hambatan lagi.
“Tidak lama lagi (akan diterbitkan) supaya pada saat implementasi tidak ada hambatan,” tutur Oke.
ADVERTISEMENT