Pelaku Usaha Ritel Minta Perdagangan Masuk Sektor Prioritas di Kebijakan PPKM
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengeluhkan kebijakan PPKM Darurat yang membuat pelaku usaha kehilangan pendapatan secara signifikan. Ketua Aprindo Roy Mandey mengaku tak pernah mendapat undangan dialog dari pemerintah mengenai keputusan pengambilan kebijakan PPKM Darurat .
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kurangnya perhatian dari pemerintah ini lantaran sektor perdagangan tidak masuk dalam 7 sektor prioritas. Adapun tujuh sektor tersebut meliputi sektor kesehatan, ketahanan produksi pangan, komunikasi, pariwisata, investasi, infrastruktur, dan otomotif.
"Kami sektor perdagangan meminta menjadi sektor prioritas. APBN 2021 itu hanya tujuh. Tapi perdagangan ritel tidak pernah dijadikan sektor prioritas," kata Roy saat konferensi pers virtual, Kamis (22/7).
Menurutnya, sektor perdagangan kerap kali tidak mendapat insentif yang signifikan selama pandemi COVID-19. Menurut Roy, hal ini akibat tidak masuknya sektor perdagangan dalam program prioritas pemerintah.
"Sehingga apa?, kita tidak bisa restrukturisasi kredit, tidak ada fasilitasnya, tidak ada alokasi PEN-nya," katanya.
Ia mengaku selama pandemi ini sektor ritel kewalahan likuiditas, seperti abodemen hingga gaji pegawai. Berdasarkan catatannya, hanya insentif yang tidak secara signifikan membantu beban operasional pelaku usaha ritel yang diterapkan, yaitu bebas pajak bea sewa toko bulanan.
ADVERTISEMENT
"Sering kali kita lihat di dalam PPKM Darurat itu tidak ada bantuan sama sekali untuk korporasi sektor swalayan atau mal dalam hal ini. Karena apa? Karena situasi yang dilihat adalah sektor bawah. Sementara kita harus menjaga supaya sektor bawah tetap terjaga, ada tenaga kerja. Kalau kita buka ritel atau mal itu ada penjual makanan dan minuman di sekeliling mal atau ritel. Itu mereka akan hidup,” papar Roy.