Pemangkasan Produksi Minyak OPEC – Rusia Belum Mujarab Naikkan Harga

10 Desember 2018 9:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung OPEC. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung OPEC. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Kesepakatan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan sekutu mereka non-OPEC yakni Rusia, untuk memangkas produksi minyak hingga 1,2 juta barel per hari (bph), ternyata hanya memicu sentimen kenaikan harga untuk sesaat. Setelah pekan lalu harga minyak mentah naik hingga 5 persen, awal pekan ini harga cenderung stagnan.
ADVERTISEMENT
Mengutip data Reuters, di New York Mercantile Exchange (NYMX) harga minyak Brent untuk pengiriman Februari 2019 mencapai USD 61,81 per barel atau naik 0,23 persen dari penutupan pekan lalu pada USD 61,67 per barel.
Sementara minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2019, justru turun 0,30 persen dari USD 52,61 per barel pada akhir pekan lalu menjadi USD 52,45 per barel.
Setelah hampir menyentuh harga USD 80 per barel, harga minyak terperosok lagi ke kisaran USD 50-an per barel. Hal ini didorong pesimisme prospek ekonomi global, serta melonjaknya produksi dari negara-negara penghasil minyak.
Hal ini mendorong OPEC dan Rusia untuk memangkas produksi minyak mentah mereka hingga 1,2 juta barel per hari, meski ada tekanan dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang ingin harga komoditas itu tetap bertahan rendah.
Kilang minyak Aramco di Arab Saudi. (Foto: Reuters/Ahmed Jadallah/File Photo/File Photo)
zoom-in-whitePerbesar
Kilang minyak Aramco di Arab Saudi. (Foto: Reuters/Ahmed Jadallah/File Photo/File Photo)
Sebelumnya, pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto memperkirakan, harga minyak dunia tak akan melonjak sehingga dampak pengurangan produksi ini tak signifikan bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pri Agung menjelaskan, saat ini yang paling penting bagi produsen-produsen minyak adalah stabilitas harga. Pemangkasan produksi ini dilakukan karena harga minyak mentah turun terlalu tajam dalam sebulan terakhir. Jika harga minyak naik terlalu tinggi, produsen akan kembali mengambil langkah kompromi.
"Era minyak mahal sudah lewat. Kalau enggak ada kejadian luar biasa, tidak akan ada perubahan harga yang drastis sehingga kenaikan harga minyak juga tidak terlalu tinggi, tidak akan jauh dari level sekarang. Kalau nanti harga minyak sampai USD 80 per barel, biasanya OPEC jga akan berkompromi lagi. Jadi ada semacam komitmen dari para pelaku, yang penting stabilitas harga," kata Pri Agung kepada kumparan, Minggu (9/12).