Pembayaran Kewajiban Investasi Asing RI Melonjak

27 Maret 2020 11:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur BI, Bp. Perry Warjiyo Foto: Dok. BI
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur BI, Bp. Perry Warjiyo Foto: Dok. BI
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) mencatat adanya peningkatan pembayaran kewajiban atas investasi investor asing di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia dengan kewajiban neto sebesar USD 338,2 miliar (30,2 persen dari PDB) pada akhir kuartal IV 2019.
ADVERTISEMENT
Jumlah itu meningkat dibandingkan posisi kewajiban neto pada akhir kuartal sebelumnya sebesar USD 324,1 miliar (29,7 persen dari PDB). Pelonjakan ini didorong oleh posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang meningkat.
"Peningkatan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh kenaikan KFLN yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," tulis BI dalam laporannya, Jumat (27/3).
Peningkatan posisi KFLN, yang utamanya dalam bentuk investasi portofolio dan investasi langsung, menurut pihaknya diyakini sebagai cerminan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap baik dan imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik.
Posisi KFLN Indonesia pada akhir triwulan IV 2019, meningkat 3,1 persen (qtq) atau sebesar USD 21,7 miliar menjadi USD 711,6 miliar. Peningkatan kewajiban tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya transaksi investasi portofolio berupa arus masuk modal asing pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik serta obligasi global korporasi dan Pemerintah.
Pekerja melintas layar monitor Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Selain itu, transaksi kewajiban finansial lainnya berupa investasi langsung dan investasi lainnya turut mengalami peningkatan. Kenaikan posisi KFLN juga dipengaruhi oleh faktor revaluasi positif atas instrumen investasi berdenominasi rupiah sejalan dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
"Posisi AFLN meningkat terutama didorong oleh transaksi aset dalam bentuk investasi langsung dan cadangan devisa. Pada akhir triwulan IV 2019 posisi AFLN naik 2,1 persen (qtq) atau sebesar USD 7,6 miliar menjadi USD 373,3 miliar," sambungnya.
Selain karena faktor transaksi, peningkatan AFLN juga didorong oleh revaluasi positif antara lain akibat pelemahan USD terhadap beberapa mata uang utama dunia lainnya dan peningkatan rata-rata indeks saham di sebagian besar negara-negara penempatan investasi residen.
"Kenaikan AFLN lebih lanjut tertahan oleh menurunnya transaksi investasi portofolio dan investasi lainnya," ujarnya.
Perkembangan PII Indonesia secara keseluruhan 2019 relatif terjaga dibandingkan dengan posisi akhir tahun sebelumnya. PII Indonesia mencatat kewajiban neto sebesar USD 338,2 miliar pada 2019, meningkat dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada 2018 sebesar USD 317,3 miliar.
ADVERTISEMENT
Adapun rasio kewajiban neto PII terhadap PDB pada akhir 2019 tercatat sebesar 30,2 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada pada akhir 2018 sebesar 30,4 persen.
Pada 2019, posisi KFLN meningkat sebesar USD 47,6 miliar (7,2 persen yoy), terutama dipengaruhi oleh meningkatnya arus masuk modal berjangka panjang di tengah berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Sementara itu, posisi AFLN juga meningkat USD 26,6 miliar (7,7 persen yoy) terutama didorong oleh naiknya simpanan penduduk pada perbankan di luar negeri.
Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal IV 2019 dan keseluruhan 2019 tetap sehat. Hal ini tercermin dari struktur kewajiban neto PII Indonesia yang masih didominasi oleh instrumen berjangka panjang. Meski demikian, Bank Indonesia akan tetap mewaspadai risiko kewajiban neto PII terhadap perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Ke depan, Bank Indonesia meyakini kinerja PII Indonesia akan makin baik sejalan dengan stabilitas perekonomian yang terjaga dan pemulihan ekonomi Indonesia yang berlanjut didukung oleh konsistensi dan sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia, kebijakan fiskal, dan reformasi struktural," pungkasnya.