Pemerintah Akan Terbitkan Surat Utang Renminbi China

26 Juli 2019 8:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas menghitung uang kertas Renminbi. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas menghitung uang kertas Renminbi. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah kembali membuka peluang untuk menerbitkan obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi mata uang renminbi China atau Panda Bond.
ADVERTISEMENT
Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, hingga saat ini pihaknya juga masih terus mengkaji penerbitan instrumen tersebut dari berbagai hal. Mulai dari manajemen biaya hingga strategi pasar lainnya.
"Kalau dia (Panda Bond) istilahnya memang kompetitif, dia bisa jadi yang bisa dipertimbangkan," ujar Loto di Energy Building, Jakarta, Kamis (25/7).
Saat ini, pemerintah baru menerbitkan SBN berdenominasi valas seperti dolar AS (Global Bond), berdenominasi euro (Euro Bond), dan yen (Samurai Bond). Loto bilang, ruang untuk menerbitkan Panda Bond memang terbuka, apalagi permintaan pasar terhadap mata uang Negeri Tirai Bambu semakin meningkat.
"Jadi kalau memang ya ke depan arah kita juga ada rencana menambah, termasuk eksposur utang kita dalam renminbi, ruang itu seharusnya terbuka," katanya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, lanjut Loto, pihaknya bersama dengan Bank Indonesia (BI) tengah merancang terkait perolehan masuknya dana tersebut jika Panda Bond itu diterbitkan, apakah masuk ke Indonesia dalam bentuk valas atau rupiah.
"Mungkin kami akan explore lagi seberapa itu bisa mudah dana itu. Kalau dana itu kita raih di sana seberapa mudah masuk ke Indonesia dan mau dalam currency apa. Apakah kita mau terimanya dalam langsung rupiah, maka biasanya kan ada local currency settlement," kata Loto.
Selain itu, ada juga opsi untuk membuat akun khusus untuk menampung masuknya dana dari penerbitan Panda Bond. Fasilitas ini dinilai Loto lebih mudah, karena dana yang didapat akan bisa langsung diubah dalam bentuk rupiah.
ADVERTISEMENT
"Nah apakah kita memang perlu renminbi account? Sebenarnya kita dengan adanya fasilitas itu secara mudah bisa dapat langsung dalam bentuk rupiah. Itu juga bisa jadi pertimbangan, sehingga kita bisa consider lah semua," jelasnya.
Seorang petugas meletakan uang kertas Renminbi. Foto: AFP
Realisasi Surat Utang Pemerintah
Hingga 17 Juli 2019, pemerintah telah menerbitkan SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp 319,46 triliun dan valas sebesar Rp 89,41 triliun.
Dari SBN valas tersebut, Global Bond merupakan yang terbesar yakni mencapai Rp 43,4 triliun. Disusul oleh Samurai Bond sebesar Rp 23,19 triliun, dan Euro Bond sebesar Rp 23,19 triliun.
Tahun ini, pemerintah menargetkan penerbitan SBN bruto sebesar Rp 825,7 triliun sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 untuk menutup defisit APBN yang ditarget 1,84 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah penerbitan ini menurun 3,59 persen dibanding posisi tahun kemarin.
Mata uang China Yuan Foto: Reuters/Thomas White
Penggunaan Renminbi di Perdagangan Global
ADVERTISEMENT
Pendiri Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai, dolar AS tak serta merta dapat tergeser dominasinya, termasuk oleh renminbi (RMB).
“Saya tak melihat dalam jangka pendek dolar (AS) akan tergantikan, karena dolar (AS) masih raja karena sebagian besar transaksi internasional dolar,” ujarnya.
Meski begitu, Dino tak memungkiri geliat RMB bisa kian masif ke depannya. Pasalnya, China saat ini semakin gencar mendorong penggunaan RMB kepada para mitra dagangnya.
Pengaruh mata uang Negeri Tirai Bambu itu, kata Dino, saat ini juga makin tampak dalam dunia internasional. Misalnya saja terhadap mata uang Eropa, euro.
“Pengaruh RMB makin besar. Contoh nilai euro misalnya, sekarang sudah tergantung atau terpengaruh pada pertukaran RMB. Jadi kalau RMB naik, dolar (euro) naik. Dolar RMB turun, (euro) juga turun. Lambat laun akan terjadi internalisasi RMB,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian, menurutnya ialah penggunaan RMB lebih baiknya digunakan untuk kerja sama dengan perusahaan China yang berskala kecil ke menengah.
Ia menjelaskan, perusahaan China yang masih skala kecil relatif tak begitu terafiliasi dengan perbankan internasional yang menggunakan dolar AS. Maka, penggunaan RMB di perbankan China menjadi andalan.
“Jadi kalau kita mau menggaet perusahaan Tiongkok dengan skala menengah ke bawah, penggunaan RMB lebih menjanjikan,” ujarnya.