Pemerintah Berencana Beri Diskon Listrik bagi Pabrik yang Beroperasi 24 Jam

13 Februari 2020 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pabrik Foto: ANTARA FOTO/ Aji Styawan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pabrik Foto: ANTARA FOTO/ Aji Styawan
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk memberi diskon biaya listrik bagi industri. Rencananya, diskon diberikan pada industri yang pabriknya bekerja 24 jam nonstop.
ADVERTISEMENT
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, usulan itu tengah dibahas bersama dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Menteri BUMN Erick Thohir, termasuk besaran diskon yang bakal diberikan.
"Sebenernya kami enggak banyak minta. Enggak juga minta harga listrik khusus. Kan, industri yang memang punya proses produksi 24 jam. Jadi pada jam-jam tertentu kita arahkan untuk dapat diskon," kata Agus di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (13/2).
Agus mengatakan, usulan ini dibahas intensif oleh pemerintah karena ingin industri dalam negeri bisa menekan biaya produksi. Dengan begitu, diharapkan bisa menghasilkan produk yang bersaing dengan negara lain.
"Ini sudah intensif antara kami, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN. Mudah-mudahan bisa diumumkan sudah ada skemanya," kata dia.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat pelepasan bantuan untuk korban bencana di Lebak, Banten. . Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Selain listrik, industri dalam negeri juga tertekan karena harga gas yang mahal. Masalah ini bahkan bikin Presiden Joko Widodo marah karena industri mengeluhkan harga gas yang tinggi, jauh dari Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 yang ditetapkan USD 6 per MMbtu.
ADVERTISEMENT
Agus mengatakan untuk harga gas industri, juga tengah disesuaikan. Nantinya bakal ada aturan baru mengenai harga gas industri. Akan tetapi, saat ini masih harus dicek lagi industri mana yang membutuhkan harga gas terjangkau.
Hal yang sama juga diungkapkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ego Syahrial. Saat ini pihaknya masih mengumpulkan data dalam rangka mematangkan kebijakan itu.
"Masih digodok, banyak variabel data yang dikumpulkan. Kita masih kordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan," ucapnya