Pemerintah Diminta Geser Dana Work From Bali hingga Beli Senjata untuk Lockdown

23 Juni 2021 13:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja berjalan melintasi terowongan Kendal, Jakarta, Selasa (26/1). Foto: Wahyu Putro A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja berjalan melintasi terowongan Kendal, Jakarta, Selasa (26/1). Foto: Wahyu Putro A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah memutuskan kembali menarik rem darurat imbas meledaknya kasus COVID-19. Opsi ini lebih dipilih lantaran anggaran negara tidak kuat bila harus memberlakukan lockdown atau penutupan total seluruh aktivitas.
ADVERTISEMENT
Desakan untuk melakukan lockdown datang dari berbagai kalangan mengingat penyebaran pandemi yang sudah berlangsung lebih dari setahun. Sementara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir, mengakui tak cukup kuatnya APBN bila harus lockdown.
"Kita menghargai pandangan-pandangan orang yang mengatakan lockdown, tapi kan ini virusnya masih di sini terus. Kita lockdown sekarang nanti penularan berikutnya, seterusnya begitu, cost-nya itu sangat mahal sekali," kata Iskandar dalam webinar Sosialisasi Permenko Nomor 2 dan 3 Tahun 2021, Rabu (23/6).
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, berpandangan bahwa pemerintah masih punya cukup kekuatan untuk mengambil langkah tersebut. Pembatasan total itu perlu diambil demi mencegah kian terpuruknya ekonomi hingga kuartal keempat 2021.
ADVERTISEMENT
Sederet kegiatan belanja negara yang cukup menelan anggaran, kata Bhima, bisa dialihkan terlebih dahulu untuk kesehatan. Misalnya saja kebijakan work from Bali, belanja infrastruktur hingga belanja senjata di Kementerian Pertahanan.
"Pemerintah setop dulu semua belanja infrastruktur, perlu ada realokasi ekstrem selama masa lockdown. Belanja-belanja yang sifatnya tidak urgen seperti belanja perjalanan dinas work from Bali itu batalkan segera. Estimasinya dengan anggaran infrastruktur Rp 413 triliun yang dihemat saja akan banyak support untuk lakukan lockdown," jelas Bhima kepada kumparan, Rabu (23/6).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
Dia menghitung, biaya yang diperlukan untuk memberlakukan lockdown selama dua minggu paling tidak mencapai Rp 25 triliun. Sementara khusus untuk Jakarta, butuh setidaknya Rp 7,7 triliun.
Senada, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia, Teuku Riefky, menilai pengalihan dana tersebut memungkinkan dilakukan. Kendati begitu, langkah tersebut bukan soal yang mudah untuk tiba-tiba dijalankan.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, menurut Riefky, pemerintah terlebih dahulu mengutamakan penggunaan anggaran PEN secara maksimal. Sejauh ini, ia menilai masih banyak anggaran di sektor kesehatan, bantuan sosial, hingga stimulus untuk dunia usaha yang belum terserap sepenuhnya.
"Sebelum kita menggunakan prosedurnya, sebelum menggunakan anggaran pos lain yaitu untuk kementerian dan lembaga, misalnya alutsista atau infrastruktur, yang pertama harus dilakukan adalah realokasi budget pen itu sendiri," tutur Riefky.
"Kalau itu tidak cukup baru mengambil dari pos kementerian lain, tapi itu tidak mungkin tiba-tiba mengambil anggaran alutsista untuk kesehatan sebelum memaksimalkan dana PEN yang penyerapannya belum 100 persen," sambungnya.