Pemerintah Diminta Hati-hati Kalau Perpanjang Restrukturisasi Kredit COVID-19

25 Juni 2024 18:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi menghadiri pemberian penghargaan penanganan COVID-19, Selasa (20/3/2023). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi menghadiri pemberian penghargaan penanganan COVID-19, Selasa (20/3/2023). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran, Arianto Muditomo, menanggapi keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit COVID-19 sampai 2025. Kebijakan stimulus restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 ini sebenarnya berakhir pada 31 Maret 2024.
ADVERTISEMENT
Arianto menilai harus ada pertimbangan matang sebelum menjalankan perpanjangan kebijakan tersebut.
“Perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan untuk meminimalkan risiko moral hazard dan memastikan program ini dijalankan secara efektif dan bertanggung jawab,” kata Arianto kepada kumparan, Selasa (25/6).
Arianto melihat keputusan untuk memperpanjang program ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi, kesehatan keuangan bank, dan profil risiko debitur.
Meski begitu, Arianto tidak menampik kebijakan itu dapat menimbulkan dampak positif, khususnya untuk mendukung pertumbuhan kinerja UMKM.
“Penjelasan masuk akal tentang penyebab pemerintah mewacanakan perpanjangan program ini lebih ditujukan untuk membantu pemulihan ekonomi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung UMKM dan perbankan dengan memberikan kelonggaran bagi bank untuk mengendalikan biaya pencadangan dan menjaga likuiditas,” ujar Arianto
ADVERTISEMENT
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menuturkan kinerja industri perbankan Tanah Air terpantau cukup baik. Namun, masih ada sektor yang menjadi batu sandungan pertumbuhan kinerja industri perbankan, yaitu UMKM.
“Namun, jika dilihat lebih rinci, kinerja perbankan yang baik tersebut ditopang oleh korporasi besar dan konsumsi, sedangkan UMKM menjadi penahan kinerja sektor perbankan,” kata Josua kepada kumparan, Selasa (25/6).
Josua membeberkan pertumbuhan kredit yang menguat dari 12,4 persen pada kuartal I 2024 menjadi 13,09 persen secara year on year (yoy) pada April, namun pertumbuhan kredit UMKM yang melambat dari 8,12 persen yoy pada April menjadi 7,30 persen yoy pada Mei.
Disisi lain, Josua juga menyoroti Performing Loan (NPL) industri perbankan yang mengalami kenaikan dari 2,25 persen pada Maret 2024 menjadi 2,33 persen pada April 2024.
ADVERTISEMENT
“Namun faktor utama naiknya NPL lebih disebabkan naiknya NPL UMKM pasca berakhirnya restrukturisasi pada akhir Maret 2024 dari 3,98 persen menjadi 4,26 persen pada April 2024. Kondisi ini akan membebani industri perbankan karena harus mencadangkan kerugian penurunan nilai lebih banyak,” jelas Josua.
Artinya, menurut dia, kenaikan NPL secara umum akan dimitigasi oleh perbankan dengan kenaikan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) agar tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap permodalan bank.
“Pada akhirnya, perpanjangan restrukturisasi dapat menjaga kondisi kesehatan industri perbankan saat ini, di mana UMKM masih belum pulih dari pandemi dan kondisi ketidakpastian ekonomi global masih cukup tinggi,” terang Josua.
Josua memandang langkah Presiden Jokowi ingin memperpanjang restrukturisasi kredit ini karena melihat adanya perbaikan kinerja sektor UMKM setelah stimulus itu diterapkan.
ADVERTISEMENT
“Diharapkan akan menahan NPL yang berimplikasi pada persepsi risiko bank yang tetap manageable sehingga penyaluran kredit diharapkan akan tetap produktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,” tutur Josua.