Pemerintah Dinilai Tak Konsisten Dalam Mengatur Alat Tangkap Cantrang

23 Januari 2021 19:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal Cantrang di Natuna. Foto: Dok: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Cantrang di Natuna. Foto: Dok: Istimewa
ADVERTISEMENT
Kembali dilegalkannya alat tangkap cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menuai banyak protes. Direktur Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Fadila Octaviani, mengatakan cantrang justru menyebabkan konflik horizontal antar nelayan.
ADVERTISEMENT
“Pada masa diperbolehkan cantrang, banyak pelanggaran operasi jalur 4-12 mil dan wilayah penangkapan sehingga timbul konflik dengan nelayan lainnya yang mayoritas tidak memakai cantrang,” ujar Fadila Octaviani dalam Diskusi Publik Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Jumat (22/1).
Apalagi sejatinya pengguna cantrang di Indonesia merupakan nelayan minoritas. Menurut Fadila Octaviani, nelayan cantrang jumlahnya hanya 2 persen dari total nelayan yang ada di Indonesia. Sedangkan nelayan dengan alat tangkap pancing/hook and line jumlahnya mencapai 39 persen. Sementara nelayan dengan alat tangkap jaring ingsang atau gill net mencapai 29 persen.
Namun jumlah yang minoritas ini justru sering ditemukan melanggar aturan. Yang paling sering dilakukan nelayan cantrang adalah memalsukan data besaran kapal alias markdown. Fadila Octaviani membeberkan dari hasil pendataan ditemukan bahwa 808 dari 834 kapal cantrang atau setara 96 persennya ternyata melaporkan ukuran kapal tidak sesuai dengan ukuran yang sebenarnya (marked down). Selisihnya pun cukup fantastis.
ADVERTISEMENT
“Total selisihnya 35.253 GT,” ujar Fadila.
Untuk itu Fadila Octaviani pun merekomendasikan beberapa poin. Pertama, Fadila mendesak agar pemerintah konsisten dalam pengaturan alat penangkapan ikan, khususnya cantrang.
Praktisi Hukum Publik, Mas Achmad Santos. Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Hal ini merujuk pada kesepakatan yang telah dibuat antara Presiden dengan Kelompok pengguna cantrang pada tahun 2018 lalu. Saat itu pemerintah tetap melarang penggunaan cantrang dan mengganti alat cantrang menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan. Sehingga dilegalkannya cantrang saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut.
“Inkonsistensi kebijakan yang sudah diamanatkan oleh Presiden akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada Pemerintah,” ujarnya.
Kedua, pada masa pelarangan, dilakukan transisi peralihan alat tangkap paling lama 3 tahun. Dalam masa ini pemerintah juga harus menyusun peta jalan transisi yang jelas dan tegas.
ADVERTISEMENT
“Terakhir, pemerintah juga perlu melibatkan secara luas dan mendengarkan masukan dari nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap ramah lingkungan namun terkena dampak langsung dari penggunaan alat tangkap cantrang,” tandasnya.