Pemerintah Jaga Resiliensi Perekonomian Hadapi Ancaman Resesi Global 2023

9 Desember 2022 14:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Airlangga Terima Kunjungan Kerja Presiden JAPINDA Yasuo Fukoda, Bahas Mitigasi Perubahan Iklim hingga Pengembangan Smart City. Foto: Dok. Menko Perekonomian
zoom-in-whitePerbesar
Menko Airlangga Terima Kunjungan Kerja Presiden JAPINDA Yasuo Fukoda, Bahas Mitigasi Perubahan Iklim hingga Pengembangan Smart City. Foto: Dok. Menko Perekonomian
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Memasuki kuartal terakhir tahun 2022, perekonomian global masih terus menghadapi hantaman perlambatan pertumbuhan ekonomi yang juga merupakan bagian dari efek lanjutan downside risks  dari pandemi COVID-19 yang hingga saat ini belum usai sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
Proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari sejumlah lembaga internasional juga memperlihatkan hal yang sama, di mana untuk tahun 2022 akan berada pada rentang 2,8 -3,2 persen dan terpangkas tajam untuk tahun 2023 dari yang semula diharapkan bertengger pada rentang 2,9-3,3 persen menjadi hanya 2,2-2,7 persen.
Kemampuan perekonomian global untuk mampu pulih saat ini juga ditambah dengan tantangan terkini dari global shocks berupa lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.
Ketidakpastian yang tinggi akibat dari kondisi ini juga telah menempatkan perekonomian global berada dalam pusaran badai yang sempurna, the perfect storm, sehingga mengakibatkan munculnya ancaman resesi global pada tahun 2023 nanti.
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Pandemi COVID-19 menunjukkan kepada kita bahwa global solidarity bukan hanya jargon. Tidak ada yang benar-benar aman, sampai seluruh dunia aman," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seperti dikutip, Jumat (9/12).
ADVERTISEMENT
Sinyal pelemahan ekonomi global ini juga tercermin dari kembali melambatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) global yang berada di level kontraksi 48,8 pada bulan November 2022, setelah pada bulan sebelumnya tercatat pada 49,9.
Lebih lanjut, banyak negara yang secara teknis telah memasuki level kontraksi sejak bulan Juli 2022 lalu. Sejumlah negara di dunia yang terlihat masih mengalami kontraksi PMI pada bulan November seperti di China (49,4), United Kingdom (46,5), Amerika Serikat (47,7), Jepang (49), dan Jerman (46,2). Meski tekanan pada sisi harga mulai mereda, penurunan kinerja manufaktur secara global diantaranya juga merupakan imbas dari pelemahan indeks output serta terbitnya kekhawatiran sektor manufaktur terhadap prospek perekonomian ke depan.
Peresmian fasilitas molding baru dan perayaan hari jadi ke-30 di Indonesia PT Mattel Indonesia (PTMI) di Pabrik Timur PT Mattel Indonesia, Kawasan Industri Cikarang Tahap II, Bekasi Jawa Barat, Kamis (8/12/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Sementara itu, pertumbuhan seluruh sektor manufaktur ASEAN pada bulan November 2022 tetap terjaga di level optimis di posisi 50,7. Lebih lanjut, dipicu oleh supply disruption terutama pada sektor energi dan pangan akibat pandemi dan gejolak geopolitik, telah membuat tingkat inflasi global merangkak naik pada level yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Lonjakan inflasi yang kemudian direspons sejumlah negara dengan memberlakukan pengetatan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga, pada akhirnya memberikan tekanan lebih kepada perekonomian global. Pada bulan Oktober 2022, inflasi tinggi tercatat masih terjadi di sejumlah negara seperti Argentina (88 persen), Turki (85,5 persen), Rusia (12,6 persen), Italia (11,9 persen), United Kingdom (11,1 persen), dan Uni Eropa (10,7 persen).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan didampingi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan DKI Jakarta meninjau ketersediaan stok pangan di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Rabu (27/4). Foto: PPID DKI Jakarta
Second round effect tingkat inflasi yang tinggi juga akan dirasakan pada stabilisasi neraca perdagangan akibat penurunan permintaan ekspor. Selain itu, pasar tenaga kerja global juga akan mengalami pelemahan dengan terjadinya penurunan upah riil serta permintaan kredit yang cenderung akan mengalami penurunan akibat respons pengetatan likuiditas.
Mencermati tingginya ketidakpastian perekonomian global tersebut, perekonomian nasional patut untuk memiliki kewaspadaan tinggi dan bersiap menghadapi stagflasi global. Tekanan capital outflow, depresiasi nilai rupiah, serta penurunan ekspor dan kinerja manufaktur yang berpotensi meningkatkan PHK menjadi dampak risiko eksternal yang harus mendapatkan perhatian lebih untuk diantisipasi.
ADVERTISEMENT

Memacu Laju Pertumbuhan

Vaksinasi COVID-19 booster kedua untuk Nakes di Gelanggang Remaja Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (2/8/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Trend pandemi COVID-19 global yang akhir-akhir ini kembali meningkat akibat sub varian Omicron X.B.B dan B.Q juga diikuti dengan peningkatan trend jumlah kasus baru nasional, namun masih dalam level terkendali.
Vaksinasi sebagai game changer dalam penanganan pandemi terus diakselerasi Pemerintah dan hingga saat ini tercatat telah dilakukan sebanyak lebih dari 445 juta dosis.
Hingga 6 Desember 2022, vaksinasi Dosis I tercatat telah diberikan sebanyak 203.759.538 atau 86,83 persen dari target, Dosis 2 sebanyak 174.345.886 atau 74,30 persen dari target, Dosis 3 sebanyak 67.235.823 atau 28,65 persen dari target, dan Dosis 4 sebanyak 959.495 atau 4,17 persen dari target.
Selain itu, Pemerintah juga telah melakukan vaksinasi booster kedua untuk lansia guna memitigasi dampak sub varian baru omicron tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kemudian kita melihat seluruh kabupaten dan kota ditetapkan dalam PPKM Level 1 dan melihat kondisi yang ada, Kementerian Kesehatan akan melakukan sero survey lagi dan dari sero survey Pemerintah akan melakukan langkah-langkah lanjutan,” kata Menko Airlangga.
Seiring dengan semakin terkendalinya kasus COVID-19, perekonomian nasional untuk tahun 2022 mampu mencatatkan kinerja solid dengan pertumbuhan di atas 5 persen (yoy) hingga kuartal ketiga.
Kapal tunda melintas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (14/8). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Pada Kuartal III 2022, pertumbuhan ekonomi nasional mampu menyentuh angka 5,72 persen (yoy) dengan tetap memiliki prospek untuk bertengger pada 5,2 persen (yoy) pada akhir tahun 2022.
Konsumsi Rumah Tangga tercatat tumbuh 5,39 persen (yoy) dan PMTB tumbuh 4,96% (yoy), sementara Sektor Transportasi dan Pergudangan serta Akomodasi dan Mamin juga terlihat kembali pulih.
ADVERTISEMENT
Prospek positif tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut pada tahun 2023, di mana ekonomi nasional diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5,3 persen (yoy) dan sejalan dengan skenario sejumlah lembaga internasional yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 berada pada kisaran 4,7 -5,1 persen.
Meski dibayangi dengan potensi penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan global, capaian mengesankan juga masih terus ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang pada bulan Oktober 2022 tercatat mengalami surplus USD 5,67 miliar, atau melanjutkan surplus selama 30 bulan berturut turut sejak Mei 2020.
Kapal tunda memandu masuknya sebuah kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (14/8). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Surplus neraca perdagangan tersebut merupakan imbas dari kinerja ekspor tahun 2022 yang menguat dengan didominasi oleh peningkatan harga komoditas ekspor, khususnya pada komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara, CPO, dan besi baja.
ADVERTISEMENT
Akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2022 juga didukung oleh peningkatan kinerja leading indicator di sektor ketenagakerjaan yang terus membaik dalam kemampuan menyerap tenaga kerja, meskipun didominasi oleh sektor pertanian.
Dibandingkan Agustus 2021 yang masih tercatat 6,49 persen, tingkat pengangguran terus mengalami penurunan menjadi 5,86 persen pada Agustus 2022 yang diikuti dengan penurunan jumlah penduduk usia bekerja yang terdampak COVID-19 menjadi sebanyak 17,17 juta orang.