Pemerintah Percepat Layanan Impor Barang untuk Keperluan Penanggulangan COVID-19

23 Maret 2020 17:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah akan mempercepat serta memberi berbagai kemudahan dalam pelaksanaan impor khususnya untuk keperluan pencegahan dan penanggulangan COVID-19. Insentif tersebut berupa pembebasan bea masuk, cukai, dan atau pajak impor.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini merujuk pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020. Di dalamnya, mengatur mengenai pemberian mandat kepada Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yaitu Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memberikan pengecualian perizinan tata niaga impor.
Bea Cukai bersama BNPB pun telah menyusun Standard Operational Procedure bersama nomor 01/BNPB/2020, KEP-113/BC/2020 yang mulai berlaku tanggal 20 Maret 2020 kemarin sampai dengan berakhirnya masa keadaan tertentu darurat bencana yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam SOP tersebut, kemudahan pemasukan barang impor dengan pembebasan bea masuk, cukai, dan atau pajak impor serta pengecualian ketentuan tata niaga impor tersebut diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
Petugas medis bersiap di ruang instalasi gawat darurat Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Kompas/Heru Sri Kumoro
1. Importir/penerima (pemohon) mengajukan pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor melalui BNPB, kemudian BNPB bersama dengan kementerian/lembaga terkait melakukan penelitian subjek pemohon.
ADVERTISEMENT
2. Jika pemohon adalah instansi pemerintah/Badan Layanan Umum (BLU) maka BNPB berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait menerbitkan rekomendasi sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor untuk barang yang terkena ketentuan tata niaga impor.
Selanjutnya, instansi pemerintah/BLU tersebut meneruskan permohonan pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai/Kantor Wilayah Bea Cukai tempat pemasukan berdasarkan skema Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.04/2019.
3. Jika pemohon adalah yayasan/lembaga nonprofit (sosial keagamaan) maka BNPB berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait menerbitkan rekomendasi sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor untuk barang yang terkena ketentuan tata niaga impor sekaligus sebagai rekomendasi pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor.
Yayasan/Lembaga nonprofit tersebut, kemudian meneruskan permohonan pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan, Kantor Pusat Bea Cukai sesuai dengan skema Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2012.
ADVERTISEMENT
4. Jika pemohon adalah orang perseorangan atau badan hukum swasta, maka BNPB akan melakukan penelitian apakah barang impor bersifat nonprofit oriented (nonkomersial) atau profit oriented (komersial). Jika bersifat nonkomersial, pemohon harus menyerahkan surat hibah kepada BNPB (Negara) atau surat hibah kepada Yayasan/Lembaga nonprofit.
5. Dalam hal surat hibah ditujukan kepada BNPB maka BNPB membuat surat permohonan pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai/Kantor Wilayah Bea Cukai tempat pemasukan dengan menggunakan skema Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.04/2019.
BNPB juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait menerbitkan surat rekomendasi sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor untuk barang yang terkena ketentuan tata niaga impor.
6. Sementara itu, jika surat hibah ditujukan kepada Yayasan/lembaga nonprofit, maka BNPB berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait membuat surat rekomendasi sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor untuk barang yang terkena ketentuan tata niaga impor sekaligus sebagai rekomendasi pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor atas nama yayasan/lembaga nonprofit.
ADVERTISEMENT
Yayasan/lembaga nonprofit lantas membuat surat permohonan pembebasan bea masuk, cukai dan/atau pajak impor kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan sesuai dengan skema Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2012.
7. Untuk permohonan pihak-pihak yang lain seperti kementerian/lembaga, perguruan tinggi, dan badan internasional, selain menggunakan berbagai skema di atas, BNPB juga akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menerbitkan rekomendasi sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor untuk barang yang terkena ketentuan tata niaga impor.
Bea Cukai dalam hal ini Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai/Kantor Wilayah Bea Cukai tempat pemasukan maupun Direktorat Fasilitas Kepabeanan selanjutnya akan menindaklanjuti proses tersebut sesuai syarat yang ditetapkan dan kemudian menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan (SKMK) tentang Pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Impor.
Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Kompas/Heru Sri Kumoro
Selanjutnya, Instansi Pemerintah/BLU atau yayasan/lembaga nonprofit sosial keagamaan mengajukan Pemberitahuan Impor Barang (PIB), yang dapat dibuat secara mandiri atau oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) kepada kantor pabean tempat pemasukan barang dengan mencantumkan nomor dan tanggal SKMK agar mendapat pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor, serta mencantumkan nomor dan tanggal rekomendasi BNPB agar mendapat pengecualian tata niaga impor sekaligus menyerahkan rekomendasi BNPB tersebut kepada kantor pabean tempat pemasukan barang.
ADVERTISEMENT
Setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi maka Instansi Pemerintah/BLU atau yayasan/lembaga nonprofit sosial keagamaan tersebut akan mendapatkan Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai dokumen pengeluaran barang impor.
Untuk orang perseorangan atau badan hukum swasta yang bersifat nonprofit oriented (nonkomersial) maupun profit oriented (komersial), juga bisa mengajukan PIB yang dibuat secara mandiri atau oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) kepada kantor pabean tempat pemasukan barang.
Namun khusus yang bersifat nonkomersial, di dalam PIB juga harus mencantumkan nomor dan tanggal SKMK agar mendapatkan pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak impor dan mencantumkan BNPB atau yayasan/lembaga nonprofit sosial keagamaan sebagai pemilik barang.
Selain itu juga harus mencantumkan nomor dan tanggal rekomendasi BNPB di dalam PIB sebagai izin pengecualian ketentuan tata niaga impor dan menyerahkan rekomendasi BNPB tersebut kepada kantor pabean tempat pemasukan barang. Setelah seluruh kewajiban pabean dipenuhi maka orang perseorangan atau badan hukum swasta tersebut akan mendapatkan Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai dokumen pengeluaran barang impor.
ADVERTISEMENT
Khusus yang bersifat nonkomersial, orang perseorangan atau badan hukum swasta diwajibkan untuk menyampaikan laporan kepada BNPB tentang realisasi impor dan distribusi barang/pembagian barang kepada masyarakat.
Dalam rangka kemudahan proses pelayanan maka seluruh proses permohonan, penerbitan rekomendasi, penerbitan SKMK, dan pengajuan PIB tersebut dapat dilakukan secara elektronik, sedangkan untuk memudahkan dalam pengawasannya maka telah ditetapkan tiga tempat pemasukan barang impor tersebut yaitu Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Bandara Halim Perdanakusumah.