Peneliti UGM: Tak Ada Aturan, Sulit Ajak Masyarakat Pakai BBM Non Subsidi

22 September 2022 21:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertamina pastikan stok Pertalite dan Solar aman. Foto: Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Pertamina pastikan stok Pertalite dan Solar aman. Foto: Pertamina
ADVERTISEMENT
Konsumsi BBM Pertalite yang tinggi membuat kuota kompensasi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) ini prediksi akan habis pertengahan Oktober mendatang. Dari kuota kompensasi Pertalite tahun ini 23 juta Kiloliter (KL), hanya tersisa 3,5 juta KL. Sementara kebutuhan satu bulan mencapai 2,5 juta KL.
ADVERTISEMENT
Peneliti Pusat Studi Energi UGM Saiqa Ilham Akbar di acara diskusi BBM dan Kenaikan harga BBM Bersubsidi, antara Beban APBN, Ketersediaan dan Keberlanjutan di Fisipol UGM turut menyoroti mobil LCGC yang mengkonsumsi RON 90 atau Pertalite.
"Larangan yang paling jelas itu apa, ketika Anda beri kendaraan mobil yang ekonomis (LCGC). Awalnya itu dengan syarat BBM non subsidi di samping tangkinya itu ada tulisan gunakan RON 92 (Pertamax), tapi apa yang terjadi justru pengguna paling banyak Pertalite oleh kendaraan itu. Karena apa larangannya tidak jelas," kata Saiqa, Kamis (22/9)
Ketika tidak ada larangan dan sanksi yang jelas, maka akan banyak orang yang melanggar. Terlebih disparitas harga antara Pertalite dan Pertamax terpaut jauh.
ADVERTISEMENT
"Kalau tidak akan konsekuensi (sanksi) ya akan sulit. Dan itu ya tadi didorong disparitas harganya. Apalagi semakin tinggi disparitasnya (Pertalite) Rp 10 ribu ke (Pertamax) Rp 14 ribu," katanya.
Persoalan BBM ini, menurut Saiqa harus diurai satu persatu. Pertama soal distribusi. Dia menjelaskan bahwa permasalahan tata kelola ini perlu diperhatikan.
"Apakah distribusi BBM bersubsidi dan berkompensasi itu tadi sudah benar-benar bebas dari penyalahgunaan. Pandangan mata pun muncul isi pertalite ke jeriken padahal sudah dilarang. Belum lagi kasus yang besar," ujarnya.
Petugas SPBU Pertamina mengisikan BBM Non-subsidi Dex Series ke sebuah mobil. Foto: Pertamina
Persoalan kedua kembali lagi ke disparitas. Kata Saiqa, sangat sulit meminta orang memakai suatu barang dengan harga lebih mahal, sementara nilai kepuasan dan kegunaannya sama.
"Dilarang pun kalau larangannya tidak jelas ya dilanggar. Belum lagi yang Bio Solar dengan Dexlite lebih dari itu," katanya.
ADVERTISEMENT
Persoalan lainnya adalah mengacu pada pertumbuhan ekonomi. Ketika ekonomi bertumbuh, maka aktivitas ekonomi meningkat. Sementara aktivitas ekonomi membutuhkan energi yang tentu akan meningkat.
"Ketika kita lihat historisnya alokasi subsidi dan kompensasi yang dilakukan pemerintah itu trennya naik apa turun karena ternyata trennya turun. Pemerintah itu jangka panjang sepertinya ingin mengurangi aplikasi itu, tapi langkah konkret apa. Permintaan naik alokasinya turun itu, setiap tahun akan ada protes kekurangan subsidi atau kompensasi," katanya.
"Jadi alokasi juga perlu ditelaah lagi. Dialokasikan untuk siapa, berapa banyak. Kalau per unitnya naik tapi alokasinya turun ya berarti unit-unitnya itu yang harus dikurangi, atau memang sengaja diminta tidak boleh menggunakan Pertalite," katanya.
Peneliti Pusat Studi Energi UGM Yudistira Hendra Permana menambahkan dari survei di 5 kota besar di indonesia penggunaan kendaraan untuk tujuan pribadi sangat tinggi. Misal untuk mengantar sekolah, bekerja ke kantor dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
"Tapi jangan sampai ya, itu menjadi rasionalisasi lha masyarakat butuh BBM ayo kita subsidi. Mungkin kalau kita ada bensin yang lain tata kelolanya baik tersalurkan dengan baik saya mau pakai bensin yang lain," katanya.
"Pilihan itu jangan hanya dipatok pada kalau nggak ada duit subsidi cabut. Kalau mau tambahan kuota tambahan subsidi. Skenario itu banyak," katanya.
Menurut Yudis setidaknya ada 3 skenario yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama adalah pembaharuan target konsumen JBT dan JBKP.
"Kalau kita punya sistem yang bagus tata kelola yang bagus, saya (aturan tegas) nggak bisa beli Pertalite saya nggak beli kok. Ekonominya bagus kalau ada peluang beli pertalite beli juga. Rasional manusia itu tidak bisa didebat lagi kalau ada barang murah utilitasnya bagus ya dibeli dari pada barang mahal utilitasnya sama," katanya.
ADVERTISEMENT
Aturan tegas itu perlu lantaran membeli BBM adalah kebutuhan. Secara sosial, Pertamax tidak memiliki nilai kebanggaan yang lebih tinggi dari Pertalite.
"Apakah membeli Pertamax terus ada prestige gitu? Enggak ada ceritanya kan, tidak seperti beli berlian. Kita perlu mengatur itu," katanya.
"Skenario kedua yang sedang dilakukan menaikkan harga BBM. Sudah dilakukan. Yang ketiga skenario agak ekstrem kenaikan harga BBM yang sudah terjadi plus pengaturan nah itu mungkin lebih berat lagi," pungkasnya.