Pengamat: Bukan Bagi-bagi Kompor Listrik, Kurangi PLTU Agar Setrum Tak Berlebih

17 Januari 2021 19:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penggunaan kompor listrik. Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penggunaan kompor listrik. Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM tengah mengkaji rencana membagi-bagikan kompor listrik ke masyarakat. Tujuannya untuk mengatasi kelebihan pasokan listrik PT PLN (Persero) sekaligus mengurangi konsumsi LPG 3 kilogram yang selama ini disubsidi.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kementerian belum menyatakan pelanggan golongan berapa yang akan mendapatkan kompor ini. Belum jelas juga apakah paket kompor listrik ini akan dibagikan gratis 100 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai rencana pemerintah membagikan kompor listrik untuk mengatasi pasokan listrik PLN yang berlebih justru kurang tepat.
Seharusnya, negara memerintahkan PLN untuk mengurangi kontrak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan renegosiasi take or pay dari PLTU yang beroperasi agar pasokannya tidak berlebih di tengah lesunya konsumsi listrik akibat terbatasnya aktivitas masyarakat. Saat ini, produksi batu bara mayoritas berasal dari PLTU.
"Kenapa masyarakat yang justru harus berjibaku menyelamatkan kondisi PLN? Kenapa kita yang jadi pusing. PLN yang perlu memikirkan solusinya," kata Fabby saat dihubungi kumparan, Minggu (17/1).
ADVERTISEMENT
Selain kurangi PLTU, pemerintah juga diminta membuat kebijakan harga energi yang terintegrasi. Atur dan kendalikan distribusi dan subsidi LPG 3 kg, dengan demikian rumah tangga kelas menengah akan melihat alternatif energi lain untuk memasak, yaitu listrik.
"Bukankah klaimnya memasak dengan listrik bisa 10-15 persen lebih murah ketimbang masak dengan LPG yang nonsubsidi?" ujar dia.
Menurut Fabby, meski masih dalam kajian, rasanya tidak mungkin bagi-bagi kompor listrik ditujukkan ke masyarakat miskin pelanggan 450 VA atau 900 VA subsidi.
Hal paling memungkinkan, kompor listrik ini dibagikan ke pelanggan 900 VA rumah tangga mampu (RTM) yang tidak disubsidi. Itu pun mesti migrasi ke daya listrik 2.200 VA sebab daya listrik pada kompor listrik berkisar 120-2100 watt.
PLTU Indramayu. Foto: Dok. PLN
"Jadi, kalau alasan konversi kompor listrik untuk membantu PLN mengatasi oversupply sih masyarakat tidak tergerak, malah minta insentif dan subsidi. Malah jadi beban tambahan (negara)," lanjut Fabby.
ADVERTISEMENT
Kalaupun pemerintah ingin konversi ini berjalan, minta PLN bekerja sama dengan pengembang apartemen atau rumah susun agar setiap penghuni menggunakan kompor listrik. Perseroan bisa membuat program diskon khusus untuk pelanggan 1.300 VA ke atas yang mau beli kompor induksi.
Jika pemerintah memberikan paket kompor listrik ke masyarakat miskin, khawatir mubazir. Sebab, bagi pelanggan subsidi 450 VA dan 900 VA akan kaget dengan tagihan listriknya yang berpotensi naik. Selain itu, kemungkinan harus membeli alat-alat masak baru yang terbilang mahal.
"Jangan-jangan kompor dibagikan (ke masyarakat miskin) tapi nanti tidak digunakan? Akhirnya jadi tidak berguna dan buang-buang anggaran pemerintah," tutur Fabby.
Terkait rencana kementerian meniru kesuksesan konversi minyak tanah ke LPG di pemerintahan SBY-JK, menurut dia situasinya berbeda. Pada waktu itu pemerintah membagi kompor, tabung LPG 3 kg dan menetapkan harga khusus untuk LPG 3 kg.
ADVERTISEMENT
Sayangnya distribusi tidak diatur, akhirnya konsumsi membengkak karena yang orang kaya pun pakai LPG 3 kg. "Ujung-ujungnya subsidi naik, impor LPG naik," terangnya.