Pengelola Mal 2 Kali Surati Pemprov, Protes Aturan Kantong Plastik

11 Januari 2020 18:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kantong plastik. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kantong plastik. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat ternyata belum bisa diterima semua pihak.
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) secara terang-terangan menyampaikan keberatan dengan Pergub tersebut.
Ketua APPBI DPD DKI Jakarta Ellen Hidayat mengaku, pihaknya sebenarnya sudah menyampaikan persoalan itu ke Pemprov DKI.
“Sebelum Pergub terbit, kami sudah menyurat dua kali,” kata Ellen saat dihubungi kumparan, Sabtu (11/1).
Namun, surat yang dilayangkan APPBI belum mendapatkan respons serius. Hal itu bisa dilihat karena Pergub tetap diterbitkan. Sehingga setelah terbit, APPBI memprotes peraturan itu.
Ellen mengungkapkan, yang dipermasalahkan pihaknya adalah ada beberapa pasal dalam Pergub yang dinilai hanya membebankan sepihak. Menurutnya, tidak tepat sasaran apabila semua sanksi dibebankan kepada pengelola pusat belanja yang menyewakan atau mal.
Ellen menuturkan, bisnis pengelola pusat belanja adalah menyewakan unit usaha dan pengelola tidak melakukan penjualan langsung serta tidak bersentuhan dengan kantong plastik atau yang dimaksud tas kresek.
Kantong plastik yang kini berbayar. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Adapun dengan Pergub yang dikeluarkan tersebut dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta dapat dikatakan mengalihkan tanggung jawab untuk menyukseskan program tersebut kepada pengelola pusat belanja.
ADVERTISEMENT
"Kami juga mendapat tekanan harus mengawasi para tenant atau retailer agar tidak memakai tas tidak ramah lingkungan dengan sanksi yang cukup berat antara lain uang paksa hingga Rp 25 juta bahkan sampai pencabutan izin usaha pusat belanja," ucapnya.
Ia mencontohkan, bila satu pusat belanja memiliki 300 tenant dan kebetulan bila ada 1 tenant yang ditemui memakai tas kresek atau kantong plastik maka izin mal harus dicabut dan 299 tenant lainnya tidak bisa berbisnis lagi. Padahal pusat belanja menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Menurut Ellen, seyogyanya Pemprov DKI bila benar secara serius ingin menekan pemakaian tas kresek tersebut, melakukannya harus dengan berkesinambungan dan mencegahnya dari hulu yaitu membatasi atau meniadakan produksi kantong plastik tersebut dari para produsen.
ADVERTISEMENT
Selain perlu, Ellen mengungkapkan, regulasi tersebut harusnya disosialisasikan kepada seluruh masyarakat terkait bahaya pemakaian tas kresek atau kantong plastik untuk lingkungan hidup.
"Untuk itu, kami minta agar Pergub tersebut dapat diperbaiki terutama perihal sanksi yang tidak wajar atau tidak tepat sasaran kepada kami selaku pengelola pusat belanja," tutur Ellen.