Pengembangan PLTP Belum Optimal, Harga Listrik Masih Mahal Buat PLN

1 Maret 2021 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi geothermal (panas bumi) Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi geothermal (panas bumi) Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir disebut tengah memproses pembentukan holding BUMN panas bumi yang melibatkan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal, dan PT Geo Dipa Energi (Persero). Rencananya rampung tahun ini.
ADVERTISEMENT
Di tengah rencana itu, ada sejumlah permasalahan yang selama ini menghambat industri Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) ini berkembang. Salah satu yang utama adalah masalah harga listrik panas bumi.
Hal tersebut diakui Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Bidang Industri, Satya Widya Yudha. Menurutnya harga listrik panas bumi yang dijual pengembang ke PT PLN (Persero) sebagai satu-satunya pembeli belum kompetitif.
"Harga yang diminta PLN lebih murah, walaupun (listrik) panas bumi sudah sekitar USD 7 sen, tapi PLN minta lebih rendah lagi," kata dia dalam TV CNBC Indonesia, Senin (1/3).
Tingginya harga listrik yang dipatok pengembang panas bumi, karena biaya eksplorasinya untuk membuktikan adanya cadangan terbilang tinggi, bahkan tingkat keberhasilannya hanya 50 persen. Karena itu, pemerintah harus mendukung industri ini agar bisa berkembang.
ADVERTISEMENT
"Faktor utama burden sharing (berbagi beban) dengan industri ini adalah harga. Kedua, kebanyakan panas bumi berada di hutan lindung. Ini perlu pemahaman supaya enggak ada penolakan dari masyarakat," katanya.
Petugas Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) PT PLN (Persero) melakukan pemeliharaan jaringan dengan metode berjarak di perbatasan Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (4/1/2021). Foto: Jojon/ANTARA FOTO
Dia juga mengatakan apakah bisa menerapkan tipe kontrak cost recovery dan gross split di sektor panas bumi seperti yang selama ini ada sektor hulu minyak dan gas.
Masalah disparitas harga juga diungkapkan Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi. Dia mengatakan selama ini yang masih menjadi kendala utama memang harga yang seharusnya bisa adil bagi investor (pengembang) dan PLN sebagai satu-satunya pembeli.
"Namun kan adanya exposure besar membuat harga ini besar (tinggi) yaitu pembuktian cadangan yang keberhasilannya 50 persen. Kita cari terobosan, hanya saja kita akui belum berhasil, disparitas harga masih ada," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sulitnya PLN membeli harga listrik panas bumi sesuai keekonomian investor karena BUMN kelistrikan ini tidak bisa menjualnya secara bebas ke masyarakat sebab harga listrik ditentukan pemerintah.
"Industri ini sama dengan pengeboran migas, bedanya buyer (pembeli) migas banyak dan harganya sesuai market. Kalau PLTP ini buyer-nya cuma satu dan harganya diatur," terangnya.
Karena itu, dia juga berharap negara hadir memberikan insentif ke pelaku industri PLTP. Sebenarnya, kata Prijandaru, pemerintah pernah memberikan subsidi secara tunai, namun sekarang kebijakan itu dihapus.
"Tapi kan sekarang kayaknya berat, sehingga pemerintah tawarkan non cash subsidi. Tapi kita kan tetap berhitung. Kalau enggak ada terobosan luar biasa, kita akan begini terus, padahal sumbernya banyak dan energinya sangat andal tapi belum sanggup dipergunakan karena masalah harga," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Adapun dengan rencana pembentukan holding BUMN panas bumi, Prijandaru mengapresiasinya. Terpenting ada sinergitas dengan swasta yang tujuannya agar operasional ini bisa efisien ke depannya dan memobilisasi modal untuk ekspansi agar industri ini lebih cepat berkembang.