Pengusaha Garmen RI Malah Dapat Berkah dari Perang Dagang AS-China
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Presiden Komisaris Golden Flower, Po Sun Kok, mengungkapkan jika perusahaan garmen miliknya yang berbasis di Semarang, Jawa Tengah, malah semakin bergairah dengan kondisi perang dagang tersebut.
"Buat kami trade war pengaruhnya positif. Salah satunya, banyak produksi barang China yang tidak bisa diekspor langsung ke Amerika Serikat, maka harus lewat Indonesia," katanya ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (26/6).
Selain itu, kata Po Sun, perang dagang juga berdampak pada tarif impor atau bea masuk ke negara AS yang menjadi lebih kompetitif bagi negara kompetitor bisnis garmen Indonesia, seperti Vietnam.
Di momentum ini, pihaknya optimistis bisnis garmen akan berkembang makin positif utamanya terkait persaingan global. Apalagi jika dibandingkan dengan Vietnam, Indonesia jauh lebih unggul.
ADVERTISEMENT
"Kalau dibandingkan Vietnam, Indonesia jauh lebih lama riwayatnya. Tentunya lebih pengalaman untuk memproduksi baju yang high class dengan brand bagus-bagus," ujarnya.
Pasar ekspor terbesar dari Golden Flower sendiri hingga saat ini adalah ke Amerika Serikat. Kemudian disusul ke negara Eropa, Kanada, Australia, Afrika Selatan, Jepang, hingga ke pasar Asia lainnya.
Hari ini, Rabu (26/6) ini, Golden Flower juga telah resmi menjadi emiten yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia ke-17 pada tahun 2019 dengan kode saham "POLU".
Perusahaan garmen yang fokus memproduksi pakaian wanita dengan merek seperti Michael Kors, Calvin Klein, Tommy Hilfiger, DKNY, dan American Eagle, ini telah mempekerjakan lebih dari 3.000 karyawan.
Sementara untuk menunjang produksinya, ada 8 fasilitas produksi yang terdiri dari 5 sewing unit, penyimpanan kain, cutting unit, dan finishing unit, serta keseluruhan jumlah mesin garmen sebanyak 4.080 unit.
ADVERTISEMENT
Ke depan, Po Sun Kok menegaskan bakal terus menggenjot ekspansi garmen ke berbagai negara sebagai pasar baru. Misalnya saja dalam jangka waktu dekat, perusahaan akan menggarap pasar di Arab Saudi untuk pakaian muslim.
"Tidak seperti di AS, kalau senang beli, kalau tidak senang tidak beli. Kalau baju muslim di Arab kan mereka harus memilikinya," katanya.