Pengusaha Keluhkan Dominasi BUMN: Kami Hanya Kebagian Tulang

12 September 2019 11:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi pembangunan infrastruktur Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi pembangunan infrastruktur Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
ADVERTISEMENT
Para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mengeluhkan sulitnya berinvestasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain proses perizinan yang panjang dan berbelit, dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut sebagai alasannya. Ketua Umum HIPPI, Suryani Sidik, mengatakan hal ini salah satu yang membuat tak ada satu pun perusahaan yang merelokasi pabrik dari China ke Indonesia.
“Kami merasakan betul bisnis itu slow banget. Ya bagaimana perizinan kita susah. Belum lagi memang kalau ada investasi yang masuk, itu harus lewat cucu cicit BUMN dulu. Jadi kita hanya kebagian tulangnya karena harganya sudah mahal, dagingnya sudah diambil semua,” katanya saat ditemui di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (12/9).
Sementara itu, untuk urusan perizinan, pihaknya meminta agar pemerintah memangkas proses izin. Suryani menyebut ada sekitar 6.300 perizinan yang ada hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 1.200 dari jumlah perizinan itu ditujukan untuk dunia usaha. Jumlah ini dinilai terlalu banyak bagi para pengusaha. “Ini jumlah izinnya banyak sekali dan pemerintah harusnya evaluasi dan bisa pangkas,” katanya.
Meski begitu, pihaknya mengaku akan terus memanfaatkan peluang yang ada dari perang dagang. Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong juga mengatakan bahwa BUMN terlalu mendominasi berbagai bidang usaha sehingga membuat swasta sulit berkembang.
"Dengan penuh hormat, harus kami akui banyak keluhan dari dunia usaha swasta mengenai dominasi BUMN dengan hubungan antara sektor swasta dan BUMN yang kurang kondusif. Saya kira begini, dunia usaha itu sangat menginginkan sebuah postur yang bersahabat, postur kemitraan dari BUMN. Jadi sangat mengharapkan tidak ada postur konfrontasional atau istilahnya win-lose," kata Thomas.
ADVERTISEMENT