Pengusaha Kompak Tolak Kenaikan Tarif Baru di Pelabuhan Tanjung Priok

13 April 2021 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi peti kemas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi peti kemas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pelaku usaha mengajukan keberatan atas kebijakan PT Pelindo II (Persero) atau IPC menaikkan sejumlah pos tarif di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Pengenaan tarif baru untuk biaya penumpukan (storage) dan biaya pengangkutan kontainer ke truk (lift-on) dinilai tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan biaya logistik. Selain itu, langkah tersebut dipandang kontraproduktif terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan Rico Rustombi menjelaskan, pemerintah menargetkan biaya logistik nasional dapat diturunkan dari 23,5 persen menjadi 17 persen pada 2024 sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020 yang sesuai dengan RPJMN 2020-2024. Target tersebut juga selaras dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
"Namun, dengan kenaikan sejumlah pos tarif hingga 39 persen dibandingkan tarif lama, ini akan berdampak langsung pada peningkatan biaya logistik," ungkap Rico Rustombi melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip kumparan, Kamis (8/4)
Selanjutnya, kenaikan tarif di pelabuhan juga akan berdampak luas ke berbagai sektor usaha yang terkait. Hal ini dikarenakan posisi pelabuhan sebagai lini penghubung kegiatan produksi dan perniagaan. Perubahan skema tarif di pelabuhan, dengan demikian tidak hanya berdampak pada sektor logistik, tapi juga pada sektor industri, kegiatan ekspor-impor hingga konsumen.
ADVERTISEMENT
"Kenaikan biaya tersebut dapat berdampak pada peningkatan biaya bahan baku industri, peningkatan harga jual barang jadi, dan penurunan daya saing industri nasional secara umum," kata Rico.
Selain itu, dia berpendapat momentum kenaikan tarif kali ini kurang tepat. Pasalnya, kondisi perekonomian masih negatif, walaupun sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Ilustrasi peti kemas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Karena itu kenaikan biaya tersebut kontraproduktif terhadap dukungan berupa stimulus dan insentif yang digelontorkan pemerintah melalui program (PEN) yang telah banyak membebani keuangan negara," lanjut Rico.
Hal senada disampaikan Mahendra Rianto, Ketua Harian Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Menurut dia, kebijakan ini diambil dengan langkah komunikasi dan sosialisasi yang minim. Seharusnya para pemangku kepentingan sektoral terlibat dalam urun rembug sebelum skema tarif baru dikeluarkan. Alhasil muncul reaksi dari Kadin Indonesia, dan Asosiasi Logistik Indonesia (ALI).
ADVERTISEMENT
"Jumlah asosiasi terkait sebagai pengguna dan pelaku kegiatan logistik yang diajak bicara terkait rencana kenaikan tarif sangat minim," ungkap Mahendra.
Dia menguraikan, kenaikan tarif yang terjadi mencakup biaya penumpukan (storage) berbasis waktu (hari) dan ukuran (20 feet - 40 feet). Kenaikan pada setiap pos tarif berkisar antara 7 persen sampai 39 persen. Selain itu, terdapat kenaikan biaya pengangkutan kontainer ke truk (handling/lift-on)
"Untuk handling kontainer ukuran 20 ft naik dari Rp 187.500 menjadi Rp 285.500. Sedangkan untuk ukuran 40 ft naik dari tarif lama Rp 281.300 menjadi Rp 428.250," rinci Mahendra.
Dia berharap IPC dan kementerian terkait bisa mengevaluasi kebijakan yang baru dikeluarkan hari ini (Kamis, 8/4). Hal ini karena skema tarif baru tersebut tidak hanya membebani dunia usaha, tetapi juga akan berdampak langsung pada sektor-sektor lainnya yang berujung pada terhambatnya pemulihan ekonomi nasional yang tengah terpukul oleh pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan terpisah, Benny Soetrisno, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) juga menyatakan keberatannya. “Kami tidak melihat urgensi maupun manfaat menaikkan tarif tersebut. Sementara di sisi lain sudah jelas akan menambah beban biaya logistik yang harus ditanggung oleh pengusaha. Ini bagaikan jatuh tertimpa tangga, di saat umumnya pengusaha repot berusaha bertahan menghadapi pandemi malah dibebani dengan kenaikan biaya logistik.”
Harapan Benny, pemerintah dan juga IPC dapat bersikap bijak dengan membatalkan kenaikan tarif ini. Nanti di saat yang tepat setelah ekonomi pulih kembali, barulah hal ini dapat dikaji dan didiskusikan kembali oleh seluruh pihak pemangku kepentingan.