Pengusaha Minta Larangan Ekspor Batu Bara Ditinjau: Sepihak dan Tergesa-gesa

1 Januari 2022 17:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arsjad Rasjid terpilih jadi Ketua Umum Kadin. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Arsjad Rasjid terpilih jadi Ketua Umum Kadin. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, resmi melarang ekspor batu bara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022.
ADVERTISEMENT
Hal ini tercantum dalam surat nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 yang dikeluarkan pada 31 Desember 2021 lalu. Alasan kebijakan ini diambil karena defisit pasokan batu bara untuk sektor kelistrikan dalam negeri.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menyayangkan kebijakan ini diambil secara sepihak dan tergesa-gesa, di tengah pemulihan perekonomian nasional yang sempat limbung dihantam pandemi.
"Ada peran penting pelaku usaha dalam memulihkan ekonomi nasional di masa pandemi, jadi kami sangat berharap, setiap kebijakan pemerintah yang berdampak pada dunia usaha dan perekonomian nasional seperti larangan ekspor batu bara ini harus dibicarakan bersama,” kata Arsjad Rasjid dalam keterangan resminya, Sabtu (1/1).
Terkait klaim langkanya pasokan, Arsjad menilai tidak semua PLTU grup PLN termasuk IPP mengalami kondisi kritis persediaan batu bara. Selain itu, pasokan batu bara ke masing-masing PLTU, baik yang ada di bawah manajemen operasi PLN maupun IPP, sangat bergantung pada kontrak-kontrak penjualan atau pasokan batu bara antara PLN dan IPP dengan masing-masing perusahaan pemasok.
ADVERTISEMENT
Arsjad melanjutkan, banyak anggota Kadin Indonesia yang merupakan perusahaan pemasok batu bara, telah berupaya maksimal memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25 persen. Bahkan, kata dia, telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut sesuai harga untuk kebutuhan PLTU PLN dan IPP.
"Karena itu kami berharap agar pihak pemerintah dapat menerapkan sistem reward dan penalties yang adil dan konsisten, bukan memberlakukan sistem sapu jagat kepada seluruh perusahaan batu bara," katanya.
"Ditambah lagi mengetahui bahwa kebutuhan PLN adalah kurang dari 50 persen dari jumlah produksi nasional dan pemberlakuan sistem ini akan mengurangi pendapatan PNPB serta pelaku bisnis harus menanggung biaya demurrage yang cukup signifikan," kata Arsjad menambahkan.
Bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/
Arsjad meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan ini. Sebab, banyak perusahaan batu bara nasional yang juga terikat kontrak dengan luar negeri. Selain itu, kebijakan ini akan memperburuk citra pemerintah terkait dengan konsistensi kebijakan dalam berbisnis.
ADVERTISEMENT
"Nama baik Indonesia sebagai pemasok batu bara dunia akan anjlok. Selain itu, upaya kita untuk menarik investasi, memperlihatkan diri sebagai negara yang ramah investor dan iklim berusaha yang pasti dan dilindungi hukum akan turun reputasinya. Minat investor di sektor pertambangan, mineral dan batu bara akan hilang, karena dianggap tidak bisa menjaga kepastian berusaha bagi pengusaha," kata dia.
Arsjad pun berharap, Kadin Indonesia bisa dilibatkan atau paling tidak diminta klarifikasi dan solusi jika ada keluhan yang dialami oleh pihak pengguna batu bara domestik termasuk PLN.
"Kadin Indonesia merekomendasikan agar segera dilakukan diskusi antara pemerintah, PLN dan pengusaha batu bara guna mencapai solusi yang tepat, bukan hanya dari sisi pasokan tapi juga dari permintaan, seperti pelabuhan PLN, perencanaan ataupun procurement PLN," tutup Arsjad.
ADVERTISEMENT