Pengusaha soal KSPI Tolak RPP UU Cipta Kerja: Tak Bisa Menyenangkan Semua Pihak

31 Januari 2021 17:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan surat presiden (surpres) dan draf RUU Cipta Kerja (Cika) kepada pimpinan DPR RI Puan Maharani. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan surat presiden (surpres) dan draf RUU Cipta Kerja (Cika) kepada pimpinan DPR RI Puan Maharani. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani, menanggapi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Cipta Kerja, tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
ADVERTISEMENT
Hariyadi mengakui peraturan turunan tersebut tidak bisa memuaskan keinginan semua pihak termasuk serikat pekerja seperti KSPI.
"Nah kalau KSPI mau menolak, ya itu hak dia. Kan saya bilang tadi enggak mungkin menyenangkan semua orang, enggak bisa. Yang namanya regulasi kayak begini. Emangnya pengusaha happy juga? Kan, belum tentu semuanya terima," kata Hariyadi saat dihubungi, Minggu (31/1).
"Jadi kalau dicari enggak ada yang puas, maunya enak sendiri, semuanya mau enak sendiri, kalau bisa kewajibannya sedikit tapi hak nya banyak kan gitu, kita semua maunya gitu jadi susah," tambahnya.
Hariyadi mengatakan pembahasan peraturan di sektor ketenagakerjaan sudah melalui kajian atau pembahasan yang panjang. Selain itu, kata dia, pembahasan RPP tersebut sudah melibatkan pihak terkait, seperti pengusaha dan buruh dengan difasilitasi pemerintah atau tripartit.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
"Iya itu semuanya terlibat. Dan pada satu titik kita serahkan semuanya ke Pemerintah, jangan salah lho. Jadi posisinya perwakilan pengusaha di mana, perwakilannya serikat pekerja di mana, ya kalau enggak ketemu ya enggak ketemu, kita serahkan pemerintah, keputusannya semua di pemerintah," ujar Hariyadi.
ADVERTISEMENT
Dalam RPP tersebut, salah satu yang menjadi sorotan adalah ketentuan di mana pengusaha bisa membayar pesangon tidak penuh kepada pekerjanya, sesuai dengan kondisi perusahaan dan penyebab PHK itu.
Misalnya saja seperti terkait masalah pengambilalihan perusahaan, perusahaan mengalami kerugian, atau perusahaan tutup karena keadaan memaksa (force majeur), maka perusahaan bisa tidak membayar pesangon secara penuh.