Penjualan Anjlok hingga 85 Persen, Industri Vape Minta Insentif ke Pemerintah

3 Agustus 2021 15:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perlengkapan rokok elektrik di sebuah toko vape di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Perlengkapan rokok elektrik di sebuah toko vape di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Penjualan rokok elektrik atau vape selama tahun ini diperkirakan anjlok hingga 85 persen. Selain itu, industri hasil produk tembakau lainnya (HPTL) juga harus menanggung tarif cukai yang lebih tinggi, yakni sebesar 57 persen.
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo) Roy Lefrans mengatakan, di masa PPKM ini industri HPTL merupakan salah satu industri yang paling terpukul. Menurutnya, pelaku usaha rokok elektrik ini juga harus menanggung beban ganda.
“Jadi industri HPTL ini menanggung beban ganda. Tarif cukai yang tinggi, ditambah tren penurunan penjualan akibat pandemi. Tanpa ada PPKM pun sebenarnya penjualan sudah menurun karena daya beli masyarakat menurun,” ujar Roy kepada kumparan, Selasa (3/8).
Guna meringankan beban sekaligus menjaga keberlangsungan industri dan pemasukan negara, Apnnindo berharap pemerintah dapat memberikan keringanan terhadap industri HPTL.
“Misalnya dengan mengatur ulang atau setidaknya tidak meningkatkan tarif cukai HPTL. Sebab saat ini, industri HPTL telah menanggung tarif cukai yang tinggi, sebesar 57 persen dari harga jual eceran (HJE),” katanya.
ADVERTISEMENT
Insentif baik fiskal maupun non fiskal juga diharapkan Appnindo dapat diberikan oleh pemerintah guna menjaga keberlangsungan industri HPTL. Termasuk juga agar penanganan pandemi dapat dilakukan secara efektif, guna meningkatkan kembali daya beli masyarakat.
Tak hanya itu, akibat pandemi ini banyak toko ritel rokok elektrik yang gulung tikar karena berkurangnya kunjungan konsumen. Hal ini menurutnya akan berdampak langsung kepada penyerapan tenaga kerja. Sementara beberapa pelaku lain mencoba mencari selamat dengan mengalihkan fokus penjualan secara daring.
Ilustrasi vape Foto: Shutterstock
Roy menuturkan, industri rokok elektrik masih ditopang oleh pelaku usaha skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Oleh karenanya, yang menjadi fokus para pelaku HPTL saat ini adalah untuk mempertahankan keberlangsungan industri tanpa perlu melakukan pengurangan pekerja.
ADVERTISEMENT
“Saat ini, kami sudah tidak bicara bagaimana meningkatkan omzet, atau keuntungan. Fokus kami saat ini bagaimana bisa bertahan di masa pandemi. Objektifnya bukan lagi soal profit, namun bagaimana untuk survive, tetap produksi, kemudian tidak mengurangi karyawan,” jelasnya.
Tidak hanya peritel, tekanan serupa juga dialami seluruh lini industri HPTL mulai dari hulu sampai hilir. Tutupnya toko-toko HPTL membuat tujuan distribusi berkurang, sehingga distributor juga mulai mengurangi pasokan barang dan memaksa produsen juga untuk mengurangi produksi.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri HPTL cukup signifikan. Tahun lalu lebih dari 50 ribu pekerja yang diserap industri ini. Selain itu, ada sekitar 500 produsen, 150 distributor atau importir, dan 5 ribu lebih pengecer.
Sejak dilegalkan pada akhir 2018, penerimaan cukai HPTL terus tumbuh signifikan. Misalnya di 2018 HPTL menyumbang cukai Rp 99 miliar, kemudian meningkat lagi menjadi Rp 427 miliar pada 2019. Dan pada tahun 2020 lalu, HPTL menyumbang kepada kas negara dari cukai sebesar Rp 689 miliar.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, diperkirakan penerimaan cukai HPTL tidak akan tumbuh positif, dikarenakan para pelaku HPTL telah mengurangi pemesanan pita cukai tahun ini akibat pengurangan produksi yang dilakukan.
“Tahun ini pemesanan pita cukai direm karena produksi juga berkurang. Sebenarnya sejak kuartal II 2020, sudah mulai ada tren penurunan pemesanan pita cukai. Per kuartal tahun ini mungkin hanya Rp 100 miliar, itu pun masih banyak produk berpita cukai tahun lalu yang belum terserap oleh pasar,” pungkas Roy.
DPR Minta Industri Tembakau Dilindungi
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB, Marwan Jafar, meminta pemerintah melindungi dunia usaha, termasuk industri hasil tembakau (IHT) di tengah situasi pandemi COVID-19 yang memukul perekonomian Indonesia.
“Saat ini terjadi tekanan ekonomi di berbagai bidang, di mana daya beli masyarakat menurun. Pemerintah benar-benar harus memikirkan dan melakukan upaya agar dunia usaha dapat bangkit dan pulih, termasuk juga terhadap IHT khususnya sektor sigaret kretek tangan (SKT),” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, pemerintah tidak bisa mengabaikan sektor SKT yang menyerap banyak tenaga kerja. “Jangan sampai tenaga kerja yang menggantungkan hidup di sektor ini makin tertekan, apalagi sampai kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Marwan pun berharap, IHT khususnya SKT, tidak dibebani lagi dengan kenaikan cukai pada 2022. Sebaliknya, Marwan merekomendasikan agar pemerintah memberikan insentif dan perlindungan terhadap sektor SKT demi kelangsungan industri, yang menjadi tumpuan hidup bagi jutaan orang.
“Jika cukai industri tembakau pada 2022 dinaikan, potensi badai PHK cukup besar dan pengangguran akan semakin melonjak. Saat ini situasi ekonomi dan kepastian menjalankan usaha masih menjadi tantangan bersama,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Jombang Sumrambah mengatakan, ketika pemerintah melindungi sektor SKT, maka pemerintah juga turut melindungi para petani tembakau. Pelaku pertanian tembakau yang tersebar di berbagai daerah kini juga harap-harap cemas terhadap kenaikan cukai hasil tembakau.
ADVERTISEMENT
Sumrambah mengatakan, ada sekitar 5.000 hektar pertanian tembakau di Jombang saat ini. Apabila pemerintah melindungi petani dan pekerja SKT dengan kebijakan cukai yang tepat, kehidupan rakyat kecil ini diharapkan lebih terjamin.
"Ketika mereka terlindungi masih bisa jalan bagus, maka taraf ekonomi masyarakat akan baik," ujarnya.