Perbankan Masih Ogah Turuti Jokowi untuk Turunkan Bunga Kredit

6 November 2019 16:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat membuka Indonesia Banking Expo 2019 di Jakarta, Rabu (6/11).  Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat membuka Indonesia Banking Expo 2019 di Jakarta, Rabu (6/11). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo meminta perbankan untuk segera menurunkan suku bunga kredit. Hal ini menyesuaikan dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang telah turun 100 basis poin hingga Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
Adapun per Agustus 2019 rata-rata suku bunga perbankan mencapai 9 persen. Sementara suku bunga acuan BI sudah 5 persen per Oktober 2019.
"Saya mengajak untuk memikirkan secara serius untuk menurunkan suku bunga kredit. Negara lain sudah turun, turun, turun, kita BI-rate sudah turun, bank-nya belum. Ini saya tunggu. Tepuk tangan berarti setuju. Oke, dicatat lagi,” ujar Jokowi saat membuka IBEX 2019 di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (6/11).
Menanggapi hal tersebut, para bankir senada bahwa suku bunga kredit tak bisa tiba-tiba turun. Ada sejumlah komponen lainnya harus turut diturunkan.
Direktur Keuangan PT BNI (Persero) Tbk Ario Bimo mengatakan, saat ini yang terpenting adalah penurunan biaya dana atau cost of fund. Adapun saat ini rata-rata suku bunga dasar kredit (SBDK) BNI per September 2019 sebesar 9,95 persen untuk kredit korporasi, 9,95 persen untuk kredit ritel, dan 10,5 persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
ADVERTISEMENT
"Yang penting cost of fund-nya turun, baru berani turun. Kalau cost of fund belum turun ya enggak berani lah, nanti kalau kita semakin kecil dimarahi investor," ujar Ario di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (6/11).
Usai BI menurunkan suku bunga, biasanya bank akan terlebih dulu menurunkan suku bunga deposito. Baru setelahnya diikuti penurunan suku bunga kredit.
Namun Ario menjelaskan, saat ini tak ada lagi waktu pasti tersebut. Sehingga perbankan pun tak bisa lagi memastikan, kapan penurunan suku bunga kredit usai penurunan BI 7 Day Repo Rate tersebut. Menurutnya, hal ini akan sangat bergantung pada likuiditas perbankan.
Ilustrasi uang rupiah Foto: ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan
"Sekarang udah enggak bisa rule of time kayak gitu lagi. Dia benar-benar ngelihat dari marketnya sekarang. Balik lagi, kalau rule of time kayak gitu, kalau likuiditasnya ada," katanya.
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan, pihaknya mengakui memang suku bunga Indonesia saat masih tinggi dibandingkan negara lain. Namun jika suku bunga BI turun, bukan berarti bunga kredit perbankan terus turun.
Per September 2019, bunga kredit korporasi BCA mencapai 9,75 persen, kredit ritel mencapai 9,9 persen, dan kredit KPR mencapai 9,9 persen.
"Saya setuju suku bunga Indonesia terlalu tinggi, tapi interest rate tak semata menjadi benchmark kredit naik atau turun," katanya.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso pun masih enggan menurunkan bunga kredit. Menurutnya, hal ini juga melihat kondisi pasar yang terus berfluktuasi.
Saat ini, suku bunga kredit korporasi BRI mencapai 9,95 persen, kredit ritel 9,9 persen, dan KPR 9,9 persen.
ADVERTISEMENT
"Suku bunga pasti memang harus ikuti pasar, jadi bank follow trade. Kalau pasar turun, tidak ada alasan kita tidak turunkan," jelasnya.
Namun menurutnya, memang ada beberapa kredit yang harus turun menuruti aturan pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun saat ini bunga KUR mencapai 7 persen.
"Misalnya KUR, mana ada kita bisa berikan suku bunga 7 persen seperti sekarang ini, kalau mengikuti pasar. Kemudian pemerintah dan negara hadir di situ dengan memberikan subsidi, itu silakan," kata dia.
Meski demikian, Sunarso menegaskan bahwa perbankan pasti akan menurunkan suku bunga kredit. Namun pihaknya tak bisa memastikan kapan hal itu dilakukan.
"Pasti akan turun, tinggal time lag nya itu berapa," tambahnya.