Perhimpunan Hotel: Butuh Waktu Terapkan Aturan Wajib Bahasa Indonesia

12 Oktober 2019 17:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Hotel Crowne Plaza. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hotel Crowne Plaza. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi telah mengeluarkan peraturan agar seluruh bangunan, sarana transportasi, hingga jalan, wajib berbahasa Indonesia. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang SDM dan Sertifikasi Hari Setiyono mengatakan, penerapan bahasa Indonesia di industri perhotelan membutuhkan waktu lama. Sebab konsep operasional hotel sendiri berasal dari luar negeri.
"Ya pasti butuh waktu lama ya, dan sosialisasinya juga mengubah istilah asing jadi Bahasa Indonesia," kata Hari kepada kumparan, Sabtu (12/10).
Hari mengatakan, implementasi kebijakan pemerintah terhadap penggantian istilah asing dengan bahasa Indonesia tersebut tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, penamaan bahasa asing di industri perhotelan saat ini sudah sangat menyeluruh. Perpres tersebut justru dinilai suatu kemunduran.
"Selain itu, ada kalangan tertentu yang menyebut pola ini merupakan langkah mundur, sebab pernah terjadi di tahun 1990-an," katanya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Hari menjelaskan, PHRI akan berusaha menyampaikan ke seluruh anggota maupun pengurus PHRI agar bisa menerapkan kebijakan ini.
"Contoh nyata, dulu ada Tunjungan Plaza diubah menjadi Plaza Tunjungan, atau nama besar lainnya masih memungkinkan," katanya.
Akan menjadi aneh, kata dia, ketika peralihan bahasa itu masuk ke dalam operasional hotel. Misalnya saja 'room boy' yang menjadi jabatan cukup populer, berubah jadi juru kamar. Kemudian, 'waitress' berganti nama menjadi pramusaji, dan seterusnya.
"Butuh waktu yang lama untuk sosialisasikan Perpres 63 Tahun 2019, sekaligus menyesuaikan secara keseluruhan kepada seluruh hotel-hotel," tambahnya.
Perpres Nomor 63 Tahun 2019 ini diteken Presiden Joko Widodo pada 30 September 2019. Perpres ini mencabut Perpres Nomor 16 Tahun 2010 yang diteken SBY dulu tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden Serta Pejabat Negara Lainnya.
ADVERTISEMENT
Bagian Kedua Belas dari Perpres ini mengatur Penamaan Geografi, Bangunan atau Gedung, Jalan, Apartemen atau Permukiman, Perkantoran, Kompleks Perdagangan, Merek Dagang, Lembaga Usaha, Lembaga Pendidikan, Organisasi yang Didirikan atau Dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.
Ilustrasi Restoran Otentik Jepang di Kawasan 'Little Tokyo'. Foto: Instagram/@vickholius,@piptachio,@febbydmynt
Dalam Pasal 33 disebutkan:
( 1) Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(2) Bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perhotelan;
b. penginapan;
c. bandar udara;
d. pelabuhan;
e. terminal;
f. stasiun;
g. pabrik;
h. menara;
i. monumen;
j. waduk;
ADVERTISEMENT
k. bendungan;
l. bendung;
m. terowongan;
n. tempat usaha;
o. tempat pertemuan umum;
p. tempat hiburan;
q. tempat pertunjukan;
r. kompleks olahraga;
s. stadion olahraga;
t. rumah sakit;
u. perumahan;
v. rumah susun;
w. kompleks permakaman; dan/atau
x. bangunan atau gedung lain
(3) Dalam hal bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan maka nama geografi dapat menggunakan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing.
(4) Penggunaan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditulis dengan menggunakan aksara latin.
(5) Penggunaan Bahasa Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disertai dengan aksara daerah.