Pertumbuhan KPR Bisa Merosot Akibat Kuota Rumah Subsidi Minim

30 Oktober 2019 9:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rumah dengan KPR bersubsidi. Foto: Dok. Kementrian PUPR
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah dengan KPR bersubsidi. Foto: Dok. Kementrian PUPR
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di perbankan dinilai akan terus melambat hingga tahun depan. Hal ini seiring dengan usulan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang hanya 110.000 unit.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, kuota FLPP sebanyak 68.858 unit. Namun hingga pertengahan September 2019 saja sudah 57.949 unit terealisasi. Artinya kuota ini akan habis sebelum akhir tahun.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total penyaluran kredit perbankan hanya 8,6 persen di Agustus 2019, melambat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 11,9 persen.
Perlambatan tersebut salah satunya didorong oleh penyaluran KPR yang hanya 11,3 persen hingga Agustus 2019, juga melemah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 12,3 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, kuota FLPP yang hanya 110.000 unit tentu akan mempengaruhi laju kredit perbankan, utamanya KPR. Sebab, para pengembang, debitur, maupun bank akan mempertimbangkan bantuan FLPP untuk rumah murah, termasuk Subsidi Selisih Bunga (SSB).
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya bank itu lebih mengandalkan FLPP dibandingkan KPR nonsubsidi. Karena segmen menengah bawah atau MBR ini permintaannya cukup stabil, kalau kita dibandingkan dengan kelas menengah ke atas," ujar Bhima kepada kumparan, Rabu (30/10).
Hingga kini KPR subsidi memang masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Per September 2019, penyaluran KPR FLPP sebanyak 5,57 triliun atau sudah 78,5 persen dari dana yang disediakan tahun ini sebesar Rp 7,1 triliun. Namun dengan jatah FLPP yang minim, Bhima bilang, hal ini akan mengerem pertumbuhan KPR subsidi.
Bhima menilai, langkah pemerintah yang membatasi FLPP dan rencana menghapus skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) berbanding terbalik dengan target Program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) juga dikhawatirkan Bhima belum maksimal pada tahun depan. Sehingga, realisasi Program Satu Juta Rumah juga terancam tak tercapai.
Ilustrasi rumah dengan KPR bersubsidi. Foto: Dok. Kementrian PUPR
"Sulit mengharapkan Tapera sepertinya. Saya kira masih andalan FLPP," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda menjelaskan, kuota rumah murah yang minim juga dapat mengganggu pengembang. Jika penambahan kuota FLPP terbatas, menurutnya akan banyak masyarakat yang tak bisa akad kredit di rumah subsidi.
“Kalau kuotanya tipis akan banyak rumah subsidi yang tidak bisa akad. Dengan begitu, cashflow pengembang pasti sangat terganggu,” katanya.
Namun demikian, kuota untuk FLPP nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum memutuskan berapa kuota FLPP tahun depan.
“Belum ada kebijakan mengenai itu. Belum ada keputusan dari Kemenkeu,” singkat Askolani.
FLPP merupakan program bantuan pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sehingga bisa mengakses KPR subsidi, yakni masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 4 juta per bulan untuk rumah tapak dan maksimal Rp 7 juta untuk rumah susun.
ADVERTISEMENT
Tujuan FLPP yaitu untuk mendorong kalangan tersebut bisa memiliki hunian dengan harga yang sesuai serta mengurangi backlog perumahan. Adapun saat ini terdapat 25 bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai penyalur FLPP, yang terdiri dari bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).