Petani Sawit Merugi, Kemenkeu Evaluasi Dampak Larangan Ekspor CPO

13 Mei 2022 14:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan tengah mengevaluasi secara berkala dampak dari kebijakan larangan ekspor crude palm oil (CPO). Diketahui larangan ekspor CPO ini berlaku sejak 28 April 2022.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, mengaku tengah mengevaluasi kebijakan larangan ekspor tersebut. Dia menegaskan kebijakan pemerintah harus mempertimbangkan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Ini akan terus kita evaluasi, yang jelas prioritas pemerintah itu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Lalu prioritas pemerintah juga yang tak kalah penting adalah menjaga daya beli masyarakat dan juga ketersediaan bahan pokok di Indonesia," kata Febrio saat konferensi virtual, Jumat (13/5).
Diketahui, bahwa kebijakan larangan ekspor CPO dan minyak goreng tersebut diambil untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng di dalam negeri yang sempat langka dan harganya melambung.
Sebagai prioritas pemerintah, yakni menjaga daya beli masyarakat dan menyediakan ketersediaan bahan pokok. Febrio menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor CPO itu merupakan bentuk konsistensi pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Sehingga kebijakan-kebijakan yang kita ambil itu memang konsisten dengan prioritas-prioritas tersebut. Prioritas-prioritas ini terus akan kita lihat dan evaluasi hari demi hari, minggu demi minggu, memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan daya beli masyarakat dan ketersediaan bahan pokok di Indonesia juga tetap terjadi,” katanya.
Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. Foto: facebook

Berdampak Hilangnya USD 3 Miliar Devisa Negara dan Rugikan Petani

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono, mengatakan produksi CPO untuk ekspor selama ini telah menyentuh 34 juta ton per tahun dan untuk dalam negeri 18 juta ton per tahun. Hal tersebut mendorong peningkatan devisa hingga USD 35 miliar selama satu tahun atau USD 3 miliar per bulannya.
“Setiap tahun devisa tahun ini biasanya USD 22 miliar, dan pada tahun 2021 harga di luar negeri meningkat bisa sampai USD 35 miliar satu tahun dan jika sebulan 3 miliar, nah kehilangan uang segitu tidak sedikit,” ungkap Mukti kepada Kumparan, Rabu (11/4).
ADVERTISEMENT
Dampak yang ditimbulkan tak hanya sampai situ saja, Mukti mengatakan larangan ekspor CPO ini menyebabkan beberapa perusahaan mulai tidak menerima pasokan tandan buah segar (TBS) dari petani sawit karena terkendala kapasitas penampungan CPO. Kondisi ini jelas mengurangi penyerapan TBS dari petani.
Petani Sawit Mengaku Rugi Rp 14,478 Triliun
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit. Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung, mengatakan petani sebenarnya sudah merugi sejak 22 April 2022, ketika harga TBS anjlok. Hingga saat ini, dia mencatat kerugian yang dialami petani sudah mencapai Rp 14,478 triliun.
"Kerugian ini kami hitung berdasarkan selisih harga Normal dengan harga Turbulensi saat ini, dengan harga rata-rata turbulensi dari Posko Aduan TBS APKASINDO Rp 1.550," kata Gulat Manurung.
ADVERTISEMENT
Gulat mengatakan, dengan hitungan tersebut terlihat jelas yang paling terdampak dari kebijakan larangan ekspor CPO bukanlah pemilik pabrik kelapa sawit (PKS), refinery, atau eksportir.
"PKS, Refinery, dan eksportir hanya menunda untung besar saja. Petani sawitlah yang menanggung kerugiannya pertama kali. Jika larangan ekspor ini lebih dari 2, bulan baru PKS giliran merugi dan setahun kemudian baru refinery," katanya.