PHK Jadi Alasan Karyawan Tolak Perpanjangan Kontrak Hutchison di JICT

17 Desember 2018 13:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melakukan pengerukan endapan lumpur di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melakukan pengerukan endapan lumpur di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
ADVERTISEMENT
Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) meminta pemerintah untuk membatalkan perpanjangan izin pengelolaan JICT kepada perusahaan Hong Kong, Hutchison Port Holdings (HPH).
ADVERTISEMENT
JICT pada mulanya adalah unit bisnis di bawah Pelindo II yang pada tahun 1999 diprivatisasi ke Hutchison Port Holdings (HPH) dengan harga USD 243 juta untuk kepemilikan 51 persen saham dengan konsesi 20 tahun.
Sesuai kontrak, semestinya HPH mengelola JICT hingga 2019. Namun pada 5 Agustus 2014, Direktur Utama Pelindo II saat itu, RJ Lino melakukan perpanjangan kontrak sampai tahun 2039 ke HPH dengan upfront fee USD 215 juta.
“Kami meminta saham mayoritas JICT kembali dimiliki Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal SP JICT, M Firmansyah, kepada kumparan, Senin (17/12).
Ratusan anggota Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) demo usir Hutchison di Kementerian BUMN. (Foto:  Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan anggota Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) demo usir Hutchison di Kementerian BUMN. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
Dia menyebut sejak perpanjangan kontrak dilakukan, HPH yang mengelola JICT harus membayar USD 85 juta kepada Pelindo II per tahun. Akibatnya, menurut Firmansyah, HPH melakukan berbagai macam efisiensi.
ADVERTISEMENT
“Jadi sekarang JICT membayar USD 85 juta ke Pelindo II per tahun. Hutchison melakukan berbagai efisiensi yang berdampak ke pekerja,” paparnya.
Firmansyah menambahkan pada awal tahun ini, sebanyak 400 pekerja yang berstatus outsourcing dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sementara 100 pekerja tetap saat ini juga terancam di-PHK oleh perusahaan.
“Harusnya cut off 100 orang pekerja organik ini pada bulan Agustus 2015. Tapi karena kami melawan sampai sekarang belum dilakukan,” kata Firmansyah.