Pilpres di AS Kok Bisa Berpengaruh ke Naik Atau Turunnya Harga Saham di RI?

8 November 2020 16:27 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan mengamati layar pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/9). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan mengamati layar pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/9). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pilpres Amerika Serikat menjadi rujukan dunia. Hasil pemilihan Negeri Paman Sam tersebut dinilai sangat berpengaruh dan bisa mengubah peta politik dan ekonomi global, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Joe Biden, calon dari Partai Demokrat yang berpasangan dengan Kamala Harris, memenangi Pilpres AS mengalahkan petahana Donald Trump dan Mike Pence yang didukung Partai Republik.
Lalu, mengapa Pilpres AS bisa merembet dampaknya ke ekonomi Indonesia, termasuk pasar saham?
Economic Analyst of Indonesia Stock Exchange, Anita Kesia Zonebia, menjelaskan setiap kebijakan politik memang berdampak kepada naik atau turunnya harga saham. Hal itu termasuk di Pilpres AS.
Anita mengambil contoh ada calon yang mempunyai kebijakan akomodatif ke fiskal seperti meringankan pajak. Sedangkan kubu lainnya lebih kontradiktif ke fiskal dengan menaikkan pajak.
"Nah hal itu akan mempengaruhi bagaimana kemudian situasi aktivitas bisnis dan sebagainya di negara itu dan di negara-negara sekitarnya," kata Anita saat webinar yang digelar Padjadjaran Financial Festival secara virtual, Minggu (8/11).
ADVERTISEMENT
Apalagi, kata Anita, kebijakan tersebut bakal diambil oleh Presiden AS yang menjadi salah satu negara terbesar di dunia. Sehingga kebijakan apa saja yang terjadi di negara tersebut, bakal merembet ke Indonesia.
"Jadi apa pun yang terjadi dalam negaranya (AS) kebijakan fiskal, moneter, yang kemudian ditempuh pemerintah itu, akan mempengaruhi kita, salah satunya Indonesia sebagai negara tujuan investasi bagi investor asing dari sana," katanya.
Sebelumnya, Lembaga Grant Thornton, menilai kebijakan ekonomi Joe Biden yang akan berbeda adalah terkait perang dagang dengan China, yang berlangsung beberapa tahun terakhir saat kepemimpinan Trump.
Perang dagang ini telah menekan kinerja ekspor dan impor dunia, termasuk perekonomian Indonesia. Beberapa pengamat optimistis Biden akan mengurangi tensi hubungan dagang dengan China.
Presiden terpilih AS Joe Biden bersama istrinya, Jill Biden. Foto: Jim WATSON/AFP
Namun di sisi lain, meredanya perang dagang dapat mengurangi rencana investor China memindahkan pabriknya ke negara lain. Sehingga muncul risiko terhambatnya arus aliran investasi asing langsung (FDI). Padahal pemerintah gencar mengambil peluang relokasi pabrik pengusaha China ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Joe Biden dalam manifesto kebijakan ekonominya, menyatakan akan melakukan kebijakan baru, seperti menaikkan berbagai macam pajak termasuk pajak korporasi yang diprediksi naik hingga 15 persen.
Terkait belanja negara, Biden berjanji akan memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar, yakni sekitar USD 2,5 triliun selama periode 2021-2024.
Seperti diketahui, perekonomian AS merupakan 30 persen dari perekonomian dunia. Maka ketika AS mengucurkan stimulus besar, dampaknya juga akan signifikan bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Grant Thornton Indonesia melihat dengan dua kebijakan tersebut akan mendorong nilai komoditas global dan pasar keuangan global stabil. Selain itu, akan menguntungkan ekspor Indonesia dan nilai tukar rupiah.