PLN Andalkan Energi Lain Bikin Target Lifting Gas Tak Tercapai

9 Juli 2018 16:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bangunan PLTU. (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bangunan PLTU. (Foto: Getty Images)
ADVERTISEMENT
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat capaian lifting gas hingga semester 1 2018 sebesar 1.152 ribu BOEPD atau 96% dari target APBN 2018 sebesar 1,2 juta BOEPD. Sementara hingga akhir tahun, SKK Migas menargetkan lifting gas hanya 1,116 juta BOEPD atau 93% dari target.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan, salah satu faktor tidak tercapainya lifting gas tahun ini karena PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN lebih memilih menggunakan batubara yang dianggap lebih murah daripada gas. Belum lagi, saat ini juga ada energy mix yang bisa menjadi pilihan PLN selain gas.
“Kadang-kadang kalau musim hujan dia pakai tenaga air. Kalau nanti batubara pada saat peak, baru sedot pakai gas dari jam 5-11 malam. Jadi mana energi yang lagi murah, juga ada EBT (Energi Baru Terbarukan). Itu mengurangi konsumsi gas. Kan ada energy mix juga. Kalau ga ada ujan gasnya naik. Karena PLN itu energy mix,” kata Djoko saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/7).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan salah satu kendala lifting gas tidak terpenuhi lantaran ada masalah di sisi komersial. Katanya, gas sudah diproduksi tapi di lapangan tidak ada pembeli.
Gas bumi PGN (Foto: bumn.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Gas bumi PGN (Foto: bumn.go.id)
Menurut Djoko, tak tercapainya lifting gas bukan karena enggak ada pembelinya, tapi mereka hanya mengambil jatah tidak sesuai kontrak. Misalnya, dalam kontrak disebutkan gas harus diambil konsumen sebanyak 10 MMFSCD per hari, tapi yang diambil cuma minimum take or pay saja sebanyak 8-9 MMFSCD.
“Pertamina itu kan butuh crude. Jadi bukan enggak ada buyer-nya,” lanjutnya.
Selain itu, kata Djoko, faktor lain adalah segmen industri di bawah komitmen. “Iya juga, kalau harga mahal. Terus ekspor ya dia menunda produksi. Kepmen tiap tahun bisa evaluasi harga gas, tapi belum masih terus evaluasi harga gas untuk pupuk,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT